Sabtu, 22 Desember 2012

Fragment #8

Langit kelam malam ini. Hujan turun membasahi bumi diiringi gemuruh guntur dan kelabatan kilat. Angin bertiup kencang dan aku dapat merasakan hembusannya. Balkon sebuah gedung tinggi di tengah kota padat yang bertaburan lampu warna warni menjadi teman melayangkan pandang. Mengapa hati begitu kalut dan mengapa pikiran bergemuruh seperti langit? Tak lebih karena masa depan yang tak pasti, kabur bahkan terkadang gelap. Kemana aku mengadu? Kepada Dia yang seakan marah malam ini.

Tak ada bintang, tak ada bulan yang tersenyum. Hanya gelap dan dingin. Kemana sebenarnya tujuan ini? Jalan mana yang harus ditempuh? Tak ada kompas. Tak ada penunjuk jalan. Aku terdiam dalam ketidakberdayaan dan keterasingan. Aku hampir menangis dalam kesendirian. Kerlap kerlip lampu dan hamparan rumah berpenghuni menjadi kawan. Gelap. Entah siapa yang sedang tertawa atau menangis. Aku tidak dapat melihat. Yang kulihat hanyalah hampa, tak ada isi.

Di kejauhan aku melihat orang-orang yang dulu berjalan bersamaku sudah berjalan jauh dengan petunjuk arah di tangannya. Tak menoleh dan tak menyapaku. Ke mana mereka? Menghadiri pesta yang tak ditujukan untuk pecundang sepertiku?

Masih gelap dan aku masih duduk di tempat yang sama. Aku meraung dan mulai meneteskan air mata. Kakiku ingin bergerak tetapi tak ada jalan bahkan tak ada percabangan sama sekali.Yang kulihat hanyalah gelap yang mungkin jalan yang tak berujung. Aku menunggu. Aku berharap. Aku berusaha berdiri tegak. Tak adakah yang hendak menggandeng tanganku? Ahh, seperti tidak ada. 

Kemudian.. Aku terjatuh lagi..
Continue Reading...

Jumat, 07 Desember 2012

Berkawan Dengan Bahaya. Jangan Kapok!

Perahu sudah terlipat rapi. Begitu juga dengan pelampung dan dayung milik Palawa Unpad. Hari itu kami bersiap untuk berarung jeram di Sungai Citarum, Bantar Caringin, Cipatat, Jawa Barat. Seperti biasa, kegiatan alam bebas selalu menimbulkan gairah yang lebih apalagi ini untuk pertama kalinya saya akan melakukan arung jeram. Sungai Citarum merupakan sungai terpanjang di Jawa Barat yang melewati banyak daerah. Kebetulan yang sering dipakai untuk berarung jeram adalah bagian Sungai Citarum yang berada di Bantar Caringin, Cipatat. Dari Jatinangor, Bantar Caringin dapat dicapai dengan menggunakan bis yang menuju ke Sukabumi atau Cianjur dengan harga Rp. 8000,- pada waktu itu. Dari jalan raya, masih harus menggunakan kendaraan menuju jembatan yang dekat dengan pembibitan coklat. Untuk yang membawa banyak barang bisa menyewa mobil bak terbuka yang harganya sekitar Rp. 150.000,- dan masih bisa ditawar. Tiba di Bantar Caringin, saya melihat riak air dan suaranya yang bertalu-talu seakan menyambut kedatangan kami sambil berkata “Are you ready for this?”. Karena kami tiba sore menjelang malam, kami memutuskan untuk melakukan pengarungan keesokan harinya.

Matahari menyembur dari ufuk timur dan suara jeram adalah hal pertama yang saya dengar pagi itu. Suara jeram yang memanggil untuk diarungi dan menantang untuk ditaklukkan. Baju kaos, celana tiga perempat, sepatu, pelampung dan helm sudah terpasang dengan dayung masing masing di tangan. Hal yang paling menyebalkan dari kegiatan ini hanya satu yaitu portagging, yaitu kegiatan untuk mengangkut perahu ke titik start yang tidak dekat dan harus melalui jalan berbatu serta semak-semak. Jika tidak ingin tersiksa, sebaiknya memilih orang yang mempunyai tinggi yang hampir sama sehingga kekuatan untuk mengangkat perahu bisa terbagi rata. Tiba di titik start, kami menurunkan perahu dan kemudian memeriksa lagi perlengkapan dan kondisi perahu sebelum memulai pengarungan. Titik start yang kami pakai adalah titik start yang sering dipakai oleh penggiat arung jeram di situ. Tidak masalah jika ingin membuat titik start sendiri. Dengan mengucap doa dan dengan keyakinan, saya menaiki perahu. Saya duduk di sebelah kanan paling depan. Perahu tersebut bermuatan 7 orang sudah termasuk skipper. Skipper merupakan orang yang duduk paling belakang dan bertugas untuk mengendalikan laju perahu dan segala gerakan penumpang ditentukan olehnya apakah itu mendayung ke depan atau ke belakang, berhenti, bahkan jika skipper menyuruh untuk lompat dari perahu maka itu harus dilakukan. Salah satu senior saya menjadi skipper hari itu karena belum ada dari kami yang bisa menjadi skipper. Kami hanya pemula dan kegiatan ini dalam rangka latihan. Perahu melaju and here we go. Perahu meliuk-liuk mengikuti gerakan jeram diiringi teriakan skipper yang menyuruh kami untuk mendayung kuat saat memasuki jeram. Hanya sekitar 5 menit kami sudah tiba di jembatan dan melipir ke eddies di pinggir sungai, menarik nafas, portagging lagi dan mengarungi jeram yang sama beberapa kali. Badan sudah lemas dan rasanya berat badan saya turun beberapa kali karena kegiatan itu. Hari sudah mulai gelap ketika kami memutuskan untuk menyudahi kegiatan hari itu dan akan melanjutkannya besok pagi. Malam ini pasti tidur nyenyak setelah seharian memperbudak otot dan memakan ayam goreng dengan sambal super enak Mak Ude, wanita paruh baya yang rumahnya kami tumpangi.

Setelah sarapan pagi itu, kami memulai lagi dengan mengenakan semua perlengkapan. Hari ini kami akan melakukan pengarungan panjang menuju jembatan baru. Dari jembatan lama, tempat kami latihan menuju jembatan baru akan memakan waktu setidaknya dua jam. Tapi kami melakukan beberapa pengarungan pendek terlebih dahulu dan latihan menaiki perahu yang flip atau terbalik. Keadaan perahu terbalik bisa terjadi kapan saja dan yang perlu diperhatikan adalah bagaimana untuk naik ke perahu lagi dan membalikkannya ke posisi normal. Selain itu, kita juga harus tahu bagaimana untuk menolong orang yang gagal naik perahu kembali. Dari awal perasaan saya sudah tidak nyaman. Takut lebih tepatnya. Bukan hanya karena jeram yang sedikit lebih besar hari itu tetapi juga karena ukuran badan yang membuat saya susah mengangkat badan naik ke atas perahu. Hal ini sudah saya latih berkali-kali dan belum berhasil. Tapi jika kita takut, apakah itu berarti kita tidak akan pernah mencobanya?, kata seorang yang saya kagumi dalam bukunya. Baru beberapa detik di atas perahu, skipper meneriakkan kepada kami untuk membalikkan perahu. Sontak kami semua kaget dan pindah ke boeing kanan sambil menarik tali di pinggir perahu karet tersebut. Sepersekian detik dan perahu dalam keadaan terbalik. Saya panik dan terjebak di bawah perahu terbalik yang terus terbawa arus sungai. Saya minum banyak air sungai dan pikiran saya tidak terkontrol untuk beberapa saat. Bagaimana kalau saya mati di sini? Di sungai saat arung jeram? Saya tidak bisa membayangkan reaksi orang tua saya yang berulang kali menyatakan ketidaksetujuan mereka saya masuk organisasi pecinta alam. Hal yang pertama yang saya lakukan adalah harus keluar dari jebakan perahu. Saya meraba-raba dan memegang tali yang ada di perahu dan menolak kuat-kuat ke arah luar perahu. Saya berhasil keluar tapi permasalahan lain muncul. Karena sempat berpijak dan menendang perahu, perahu malah semakin menjauh dari saya. Sungai yang terlalu lebar dan arus yang kuat tidak memungkinkan saya untuk berenang ke tepian. Saya kemudian mengikuti arus dengan mempraktekkan renang defensive. Renang defensive di mana kita menghadap ke hilir dan menyandarkan kepala pada pelampung. Baru kali itu saya merasakan fungsi pelampung yang sebenarnya. Arus sungai menampar-nampar muka saya dan tak sedikit masuk ke dalam mulut saya. Sakit rasanya. Beberapa lama saya tidak tahu apa yang harus dilakukan sementara teman-teman saya sudah beberapa yang berhasil berenang ke pinggir sungai. Sisanya melihat saya dan berusaha melemparkan tali rescue. Tapi percuma tali rescue yang kurang dari 2 meter itu tidak bisa menjangkau saya. Di depan ada sebuah hole besar yang menurut teori yang saya pelajari, setelah masuk ke dalamnya badan kita akan diputar-putar sedemikian rupa dan bukan tidak mungkin bisa terkurung di situ dalam waktu yang lama jika posisi badan salah. Ada cara untuk lepas dari hole yaitu dengan melakukan cannon ball. Cara ini dengan menekuk lutut dan merapatkannya dengan badan sehingga badan berbentuk bola. Saya panik. Saya tidak bisa berpikir lagi untuk melakukan teori. Saya pasrah dan saat itu menengadah ke langit dan berkata dalam hati “Ya Tuhan, kalau hari ini saya mati, tolong ampuni dosa-dosa saya dan orang tua saya”. Rasanya kematian itu begitu dekat. Saya takut. Hole menyambut saya sebelum saya sempat melakukan cannon ball. Dua kali saya berputar di dalamnya kemudian keluar walaupun air sungai semakin banyak yang masuk ke mulut saya. Saya bahkan lupa kalau air Sungai Citarum mengandung limbah hampir semua masyarakat Jawa Barat. Who cares? Keluar dari sungai dan minum air putih yang sudah direbus lebih penting sekarang. Sementara saya berpikir, saya melihat ada hole besar lagi di depan. Jika tadi saya bisa selamat, yang ini belum tentu. Saya berteriak minta tolong tapi deru jeram dan jarak yang jauh dengan teman-teman saya membuat usaha itu sia-sia. Hole semakin dekat dan saya kemudian membalikkan badan berusaha untuk berenang offensive. Sekilas saya melihat orang di atas jembatan melihat saya dan ada 2 orang yang saya kenali sebagai operator arung jeram sudah menggunakan pelampung dan setengah berlari. Saya berenang melawan arus tetapi badan saya tetap terbawa arus menuju hole.


Saya berenang sekuat tenaga dan berusaha ke pinggir sungai. Kurang dari semeter lagi saya akan masuk ke dalam hole dan dengan menggunakan tenaga terakhir, saya melempar badan saya ke pinggir dengan berpegangan pada sebuah batu yang agak menonjol. Hampir terlepas dan saya melakukannya lagi. Setengah badan saya sudah di daratan dan setengah lagi masih diombang ambingkan arus. Saya merangkak dan ketika yakin seluruh badan sudah di atas daratan, saya menghempaskan badan sambil menengadah ke langit, “Ya Tuhan, itu matahari, terima kasih saya masih hidup”. Lelah tak terkira dan saya memejamkan mata. Apa itu barusan? Saya hampir mati di kali pertama saya arung jeram. Pertanda yang kurang baik. “Teteh gak apa-apa? Teteh baik-baik aja kan? Teh.. Teh..”, suara seorang pria membuat saya membuka mata dan tampak beberapa teman saya dan beberapa warga mengelilingi saya. “Ra, lo gak apa-apa? Rok en rol gitu tadi lo keseret arus.. Hahaha”, Kang Jabir salah seorang senior saya menggoda saya. “Hahaha.. Apanya yang rok en rol. Lemes kang. Gak lagi-lagi deh”, kata saya sambil tertawa. Semua yang disitu tersenyum lega karena ternyata tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya selamat. Saya mencoba berdiri menuju jembatan tempat teman-teman saya berkumpul. Rasa nyeri menghampiri lutut saya, darah mengalir dan tampak lebam di beberapa tempat. Selama terbawa arus, kaki saya menabrak batu-batu di sungai. Tetapi selamat dan berada di daratan membuat saya tidak terlalu merasakan sakit. Teman-teman saya tersenyum melihat saya dan masih sempat menggoda saya, “Kumaha ra rasana? Eta aya perahu nanaonan maneh ngojay?”, seru seorang senior saya dalam bahasa Sunda yang artinya kurang lebih “Gimana rasanya ra? Itu ada perahu ngapain lo malah berenang”. Saya dan semua yang di situ tertawa.

Setelah beristirahat dan mengevaluasi kegiatan latihan barusan, kami akan melanjutkan pengarungan panjang menuju jembatan baru. Tim saya mendapat hukuman berupa push up 25 hitungan karena tidak berhasil membalikkan kembali perahu yang juga terbawa arus dan diselamatkan oleh anak-anak yang sedang berenang di sungai. Kemampuan berenang anak-anak ini jangan ditanya lagi. Mereka berenang tidak menggunakan pelampung walaupun arus sungai sedang besar. Selain itu, salah seorang anggota tim kami kehilangan dayungnya ketika perahu terbalik. Selama pengarungan panjang saya tidak mendayung banyak karena masih lemas. Kami melakukan pengarungan kurang lebih 2 jam sudah termasuk istirahat makan siang. Mendekati jembatan baru, sungai lebih lebar dan flat. Tidak ada lagi jeram. Setelah sampai, kami mengangkat perahu dengan portagging dan menuju jalan raya untuk menunggu angkutan yang akan membawa kami kembali ke Bantar Caringin. Dalam perjalanan pulang, seorang senior menanyakan apakah saya baik-baik saja pasca terseret arus dan mengingatkan saya bahwa saya tidak boleh trauma untuk berarung jeram. Ya, masih banyak petualangan yang menunggu di depan sana dan dari awal saya sudah tahu bahwa kegiatan seperti ini berkaitan dengan nyawa karena berbahaya. Tetapi bahaya tersebut bisa dinimalisir dengan persiapan yang matang. Pelajaran yang tidak akan terlupakan bahwa nyawa bisa hilang kapan pun tanpa kita ketahui. Persiapan dan berserah kepada Yang Empunya Hidup. Terima kasih Citarum.

Continue Reading...

Kamis, 22 November 2012

Fragment #7

Hujan turun dengan derasnya. Langit kelabu dan aku hanya bisa melihat puluhan lampu mobil yang sedang merayap di jalan raya. Mengapa hujan membuat hati menjadi gusar dan mendadak melankolis? Aku juga tidak tahu. Mungkin karena pandangan yang tiba-tiba kabur dan semuanya tidak terlihat jelas. Aku ingat mimpi semalam. Kau datang di mimpiku, begitu nyata. Memelukku dengan segenap hatimu dan aku masih bisa merasakannya. Aku mengelus pipimu dan kau pun demikian. Mimpi itu adalah mimpi terindah yang ada untuk beberapa bulan terakhir ini. Aku tahu kau datang karena aku merindukanmu. Ingin rasanya aku menangis dan tetap tertidur agar aku bisa bersamamu dalam mimpi. Aku tertawa di dalam mimpiku. Tertawa bahagia. Jika aku boleh meminta, aku ingin mengulang mimpi semalam. Disertai tumpahnya rintik hujan dan dengan kelabunya langit sore ini, aku mengundangmu datang ke mimpiku malam ini. Aku mohon..

-mrt
Continue Reading...

Kamis, 15 November 2012

Fragment #6

Jika kau merasa lelah dan tak berdaya dari usaha yang sepertinya sia-sia, Tuhan tahu betapa kerasnya kau sudah berusaha. Ketika kau sudah menangis sekian lama dan hatimu masih terasa pedih, Tuhan sudah menghitung air matamu. Jika kau pikir bahwa hidupmu sedang menunggu sesuatu dan waktu terasa berlalu begitu saja, kau tidak sendiri, Tuhan sedang menunggu bersama denganmu.

Ketika kau merasa sendirian dan teman-temanmu terlalu sibuk untuk menelepon, Tuhan pun selalu berada di sampingmu. Ketika kau berpikir bahwa kau sudah mencoba segalanya dan tidak tahu hendak berbuat apa lagi, Tuhan punya jawabannya. 

Ketika segala sesuatu menjadi tidak masuk akal dan kau merasa tertekan, Tuhan dapat menenangkanmu. Jika tiba-tiba kau dapat melihat jejak-jejak harapan, Tuhan sedang berbisik kepadamu. Ketika segala sesuatu berjalan lancar dan kau merasa ingin mengucap syukur, Tuhan telah memberkahimu.

- Seorang Teman
Continue Reading...

Rabu, 07 November 2012

Selalu dalam Ingatan, Selalu dalam Kenangan

Sekitar bulan Agustus tahun 2007 lalu, tepat setengah abad umur kampus yang saya masuki, saya menginjakkan kaki di kampus yang terletak di pelataran sebuah jalan yang terkenal di Kota Bandung. Tidak menyangka saya akan menimba ilmu di tempat itu. Berbeda pulau dengan tempat tinggal saya dengan kebudayaan yang sangat jauh berbeda. Saya juga sama sekali tidak menyangka ternyata fakultas yang saya masuki terletak di sebuah kota kecil bernama Jatinangor, kota yang saya ketahui tempat Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) berada. Ilmu Pemerintahan, jurusan yang saya cantumkan sebagai pilihan ketiga dalam lembar pendaftaran SPMB (Seleksi Pemerimaan Mahasiswa Baru) saya kala itu. Dan siapa sangka, saya lulus dan tidak jadi masuk ke ITB, kampus yang saya impi-impikan dari dulu. Saya tidak pernah membayangkan seperti apa jurusan tersebut karena boleh dikatakan jurusan tersebut tidak cukup populer. Saat itu saya hanya mengatakan bahwa jurusan dan kampus manapun yang saya masuki akan menjadi jalan hidup saya dan akan menjadi takdir saya. Saya akan menjalaninya semampu saya. Semuanya dimulai dari pendaftaran di universitas kemudian fakultas dan jurusan. Perjalanan sebenarnya dimulai ketika saya berinteraksi dengan orang-orang baru yang sangat asing di mata saya ketika diadakannya ospek fakultas dan dilanjutkan dengan ospek jurusan. Ospek yang tidak terlalu buruk dan memberikan banyak kenangan untuk saya. Saya merasakan tidak ada yang buruk dari sebuah ospek. Hampir semuanya menyenangkan walaupun terkadang melelahkan. Berbicara tentang orang-orang baru, saya dari awal menjalin persahabatan dengan beberapa teman yang “sama”. Sama dalam hal ini adalah persamaan agama dan persamaan latar belakang. Mencari teman yang sedaerah sangat sulit untuk saya karena notabene saya adalah satu-satunya orang dari Sulawesi yang berada di Ilmu Pemerintahan angkatan 2007. Karena kampus yang saya masuki adalah kampus yang masih kental dengan budaya setempat maka kelas saya hampir setengahnya adalah orang asli Jawa Barat. Mereka orang-orang bersuku Sunda. 

Sudah menjadi suatu hal yang lumrah jika harus ada penyesuaian diri setiap memasuki sebuah lingkungan baru. Penyesuaian diri itu penting jika ingin bertahan hidup. Bahkan binatang pun mempunyai insting untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal itu bisa memakan waktu yang lama dan tidak menutup kemungkinan juga membutuhkan waktu yang tidak lama. Pola pikir yang berbeda, cara berbicara, bahasa, kebiasaan yang berbeda membuat saya sulit bergabung dengan kaum mayoritas ini. Saya menikmati bergaul dengan teman-teman baru saya yang saya anggap sama dengan saya. Kami menjadi kaum minoritas saat itu. Sempat tidak suka dengan gaya orang-orang yang mengganggap dirinya sebagai “tuan rumah” sehingga “tamu” dipandang enteng. Di situ ada perselisihan, ada pertentangan, ada perbedaan pendapat. Kami melawan. Tapi, hal itu tidak berlangsung lama. Sebuah hal yang bernama ospek membuat kami saling mengenal. Kuliah dalam kelas yang sama selama 3 tahun lebih dengan berbagai kegiatan dan berbagai dinamika membuat kami semakin dekat dan semakin memahami satu sama lain. Lama kelamaan istilah mayoritas dan minoritas hilang dalam kehidupan kampus kami. Walaupun berbeda tongkrongan dan gaya bermain serta terbagi dalam kelompok-kelompok besar, kami selalu kompak dalam beberapa hal. Ada perbedaan sudah pasti dan suatu hal yang tidak dapat diubah. Kami maklum dan menerima. Hampir semua keputusan yang menyangkut angkatan, sedapat mungkin kami bicarakan dalam bentuk musyawarah meskipun itu dilakukan di sudut kantin di sebuah sofa yang kami kuasai selama kami berada di kampus. Angkatan kontroversial menjadi salah satu sebutan bagi angkatan kami yang terkenal dengan tindakan-tindakan yang kadang-kadang tidak masuk akal mahasiswa dan angkatan lainnya. Angkatan bandel dan berani juga menjadi sebutan kami karena kami berperan penting dalam beberapa kerusuhan diajang kompetisi antar angkatan maupun antar jurusan. Bukan ingin eksis atau disebut jagoan tetapi satu yang tertanam dalam benak kami bahwa jurusan kami adalah rumah dan keluarga yang akan selalu kami bela dalam keadaan apapun. Hal inilah yang membedakan kami dengan beberapa angkatan yang sudah terkontaminasi dengan politik praktis dan hanya mementingkan kepentingan golongan walaupun tidak semuanya. Kami netral dan hanya punya satu kepentingan yaitu kepentingan jurusan.Sederhana? Memang kami berpikiran sederhana tetapi terkadang tidak ingin ikut arus. 

Tidak terasa, kami satu persatu sudah meninggalkan kampus dengan gelar di belakang nama. Waktu dimana berkumpul dalam jumlah yang banyak adalah sebuah momen langka. Sebuah proses yang mau tidak mau harus kami lewati. Kami tidak selamanya menjadi mahasiswa dan kami harus menginjakkan kaki ke dalam sebuah kehidupan baru. Sudah hampir 5 tahun semenjak kami pertama kali menginjakkan kaki ke kampus yang kami cintai itu. Sudah hampir 5 tahun ketika kami pertama kali dikumpulkan di dalam sebuah ruangan di mana kami saling berkenalan, bersalaman dan dinobatkan sebagai bagian keluarga besar Ilmu Pemerintahan. Tetes air mata terkadang tak bisa dibendung jika mengingat perjalanan kehidupan kami. Rasa haru selalu berkecamuk ketika memandangi satu-satu wajah saudara seperjuangan. Wajah-wajah yang dulunya asing dan sekarang menjadi lebih dari teman. Kami mungkin meninggalkan kampus. Atau kami akan terlihat aneh jika masih berkeliaran di kampus. Tetapi kami tidak pernah habis. Kami masih ada! Kami akan selalu ada saat keluarga kami membutuhkan. Tidak ada satu halpun yang dapat memutuskan tali persaudaraan yang kami rangkai selama ini. Mengutip salah satu sahabat sekaligus ketua angkatan kami, Teguh, “Kita adalah saudara dan akan selamanya menjadi saudara. Kalian membuat kehidupan mahasiswa menjadi lengkap dan tanpa penyesalan”. Terima kasih untuk setiap bilur tawa. Terima kasih untuk setiap rangkaian kata-kata penyemangat. Terima kasih untuk setiap tepukan di pundak. Terima kasih untuk setiap derai air mata. Terima kasih untuk setiap obrolan. Terima kasih untuk setiap teguran. Terima kasih untuk setiap pelukan. Terima kasih untuk setiap kebersamaan. Terima kasih untuk setiap untaian doa. Terima kasih untuk semua hal selama kita bersama di kampus itu, saudaraku. Kita mungkin akan berpisah ke tempat-tempat yang belum pernah kita bayangkan tetapi segala hal yang telah kita lewati bersama akan membawa kita kembali dan berkumpul lagi untuk membicarakan hal-hal menyenangkan. Kita mungkin akan meninggalkan kampus tetapi kita beranjak dari kampus itu dengan kepala tegak dan kita akan selalu ada. Kita akan terjalin dalam sebuah ikatan selama nafas masih berhembus, jantung masih berdetak dan darah masih mengalir.


Bandung, 7 April 2012
Sebuah tulisan yang kupersembahkan untuk saudara-saudaraku Ilmu Pemerintahan 2007 FISIP UNPAD.
Continue Reading...

Senin, 05 November 2012

Dari Beckham sampai United Indonesia

Waktu itu sekitar tahun 2001 ketika saya duduk di kelas 1 SMP, masih polos dengan baju putih biru. Bisa disebut saya agak tomboy dan suka bergaul dengan anak laki-laki waktu itu. Saya sering ikut jika teman-teman saya bermain sepakbola walaupun itu hanya menjadi kiper atau sekedar duduk di pinggir lapangan menjaga tas sekolah mereka. Tidak hanya di sekolah, saya juga sering main sepakbola dengan tetangga di sawah belakang rumah yang waktu itu kebetulan kering dan otomatis menjadi sebuah lapangan dadakan. Tak jarang ibu saya datang berteriak dan menjewer telinga saya karena lupa waktu keasikan bermain.

Pada jaman itu sepakbola sudah cukup populer. Di rumah ayah sering mengucapkan nama pemain sepakbola yang saya tidak tahu siapa. Di sekolah apalagi, ketika jam istirahat teman-teman saya akan membahas tim sepakbola kesayangan mereka. Saya tenggelam dalam pembicaraan mereka tanpa menyela karena tidak tahu apa-apa. Dari situ saya tahu tentang klub bola Juventus, AC Milan, Manchester United, Liverpool. AS Roma dan Real Madrid. Klub sepakbola tersebut merupakan klub yang terkenal pada masanya. Saya juga mendengar nama-nama seperti Del Piero, Paolo Maldini, Manuel Rui Costa, Raul Gonzales, Steven Gerrard, David Beckham, Ryan Giggs, David Seaman, Zinedine Zidane, Luis Figo, Gabriel Batistuta dan beberapa nama lainnya. Nama-nama tersebut pernah sebelumnya pernah saya dengar ketika saya tidak sengaja menonton Piala Eropa 2000 yang dimenangkan oleh Prancis setelah mereka juga menang dalam Piala Dunia 1998. Gambar gambar mereka muncul di mana-mana. Di tabloid, di koran, bahkan buku-buku sekolah. Saya jatuh cinta pada salah satu sosok berwajah tampan menggunakan baju lengan panjang berwarna putih. Ya, dia adalah kapten Timnas Inggris yang terkenal dengan tendangan bebasnya, David Beckham. Begitu cepat dia mengambil hati saya. Sehingga pada Piala Dunia 2002 saya dengan sepenuh hati mendukung timnas Inggris walaupun pada saat itu saya juga mendukung timnas Jerman karena sosok Miroslav Klose dan Michael Ballack.

Dari kecil ibu sangat suka membelikan saya suatu barang yang berwarna merah. Mulai dari sepatu, kaos kaki, tas sekolah, baju dll. Menurut ibu, seseorang yang menggunakan warna merah akan terlihat lebih segar dan lebih tegas serta warna merah juga melambangkan keberanian. Oleh karena itu betapa bahagianya saat tahu bahwa david Beckham bermain untuk klub Manchester United yang notabene berwarna merah. Seperti anak remaja pada umumnya, saya mengumpulkan gambar, poster, atau apapun yang berbau Beckham. Dan setiap pulang sekolah saya menyempatkan ke warnet untuk mencari gambar atau berita-berita tentang sang idola kemudian mencoba menonton pertandingannya. Dengan menyukai David Beckham, saya secara tidak sadar mulai jatuh cinta kepada Manchester United. Salah satu hal yang sangat wajar. Kemudian tingkat “kegilaan” saya pada sepakbola naik level dengan menonton setiap pertandingan Manchester United meskipun David Beckham tidak dimainkan. Sampai saatnya pada tahun 2003, David Beckham memutuskan untuk pindah ke Real Madrid, saya tetap menjadi fans David Beckham dan fans Manchester United. Anehnya, kepindahan David Beckham tidak membuat saya menjadi fans Real Madrid. Begitupun dengan kepindahannya ke salah satu klub Negeri Paman Sam, LA Galaxy.

Saya menjadi fans Manchester United karena David Beckham. Saya bertahan menjadi fans Manchester United karena David Beckham pernah bermain di situ, mempunyai permainan yang menurut saya bagus dan tidak membosankan, saya suka warna merah dan saya memuja Sir Alex Ferguson yang jenius. Sesederhana itu. Tidak ada embel-embel juara.


Masa-masa menjadi fans United saya habiskan dengan mengumpulkan gambar, poster, rutin berlangganan majalah bola untuk mengetahui kabar terbaru dan sebisa mungkin tidak melewatkan  pertandingan United. Tetapi pada tahun 2004, saya masuk sekolah asrama yang membatasi ruang gerak saya. Peraturan yang ketat dan sanksi keras bagi setiap peraturan membuat saya sulit untuk menonton bola. Tetapi kecintaan tetap kecintaan, saya dan beberapa teman yang lain berani melanggar beberapa peraturan sekolah hanya untuk menonton tim kesayangan. Masuk kuliah, saya bahkan melewatkan kuliah pagi karena menonton sepakbola.
Agustus 2011, saya mendapat mention twitter dari fanbase Manchester United di Jatinangor, tempat saya masih berkuliah saat itu. Akun twitter @UtdIndonesiaJTR yang ternyata sudah lama saya follow dan memfollow saya itu memberikan ucapan dukacita atas kejadian yang baru menimpa sahabat saya dan mengajak saya untuk nonton bareng. Sayangnya malam itu, saya sudah janjian dengan teman saya untuk menonton di Bandung bersama United Indonesia Bandung. Setelah itu, saya mulai datang nonton bareng United Indonesia Jatinangor dan berkenalan dengan pengurusnya. Ternyata United Indonesia Jatinangor pada saat itu belum resmi menjadi chapter United Indonesia dan baru akan diresmikan sebulan kemudian. Walaupun tidak hadir pada peresmiannya, saya mulai aktif dalam komunitas ini. Saya juga mulai tahu sejarah berdirinya dan siapa pengurus pusatnya sedikit demi sedikit. Mengejutkan. United Indonesia ternyata merupakan fans club Manchester United terbesar di Indonesia bahkan paling besar di antara fans club yang lainnya. Pada saat saya bergabung menjadi keluarga besar United Indonesia, tercatat sudah ada sekitar 70 lebih chapter di seluruh daerah baik yang sudah diresmikan atau baru akan diresmikan. Gathering Nasional United Indonesia di Bali pada akhir April 2012 yang dihadiri lebih dari 500 member resmi memperlihatkan betapa besarnya komunitas ini. Setelah kegiatan itu, member terus bertambah dan sekarang sudah mencapai 13.000 member resmi di seluruh Indonesia. Saya bisa mengatakan kami yang terbesar di Indonesia walaupun tidak tercatat sebagai fans club official Manchester United. Itu sudah lebih dari cukup untuk saya pribadi. Ke manapun saya pergi selama ada chapter resmi United Indonesia, saya akan selalu menemukan teman dan saudara. Banyak yang mencibir dan menganggap aneh keaktifan saya dalam komunitas ini. Banyak yang menganggap hal ini tidak berguna. Tapi tak peduli kata orang lain. Saya mempunyai keluarga yang sangat besar, saudara yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia dan pengalaman yang selalu segar untuk diceritakan kembali. Saya mencintai Manchester United dan kecintaan saya semakin lengkap rasanya setelah saya bergabung di United Indonesia. Berawal dari David Beckham dan sekarang menepi di United Indonesia. Terima kasih Tuhan, Terima kasih Beckham. I love you :*

Continue Reading...

About

Blogroll

About