Senin, 18 November 2013

Wanita Kuat Itu...

Ceritanya bermula dari sebuah kampus di Jatinangor tepatnya sebuah komplek Unit Kegiatan Mahasiswa. Tersebutlah 3 wanita yang dulunya masuk ke dalam organisasi pecinta alam kampus dan menyebut diri mereka bersaudara.

Wanita pertama seorang gadis cerdas dan pintar berasal dari Kota Cimahi, kuliah di Jurusan Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi. Dia anak ketiga dari tiga bersaudara. Dia sosok pekerja keras dan hampir tidak pernah membuang waktunya untuk melakukan hal yang menurut dia tidak berguna. Selain pekerja keras, wataknya juga keras. Sangat langka untuk anak perempuan dan bungsu. Kuliah di Jurnalistik mengharuskan dia untuk bekerja dan belajar lebih keras dari sebelumnya karena tugasnya yang segunung dan deadline yang benar-benar bisa membunuh perlahan. Waktunya yang terbatas ini mengharuskan dia memilih apakah meneruskan petualangan sebagai pecinta alam atau menyelesaikan kuliah tepat waktu. Pada akhirnya, dia memilih kuliah dan meninggalkan keaktifannya di organisasi pecinta alam. Saya ingat dia pernah berkata,"Gw pengen maen tapi gw gak bisa mengabaikan kuliah. Tugas gw banyak banget dan bisa bikin gila. Tapi ini jurusan yang gw pilih jadi gw harus selesaikan apa yang udah gw mulai". Watak kerasnya membuat dia tidak berpaling lagi ke belakang dan terus menjalani kehidupan kuliah. Kehidupan kuliah yang menjadi mintanya dan ingin ia dalami. Banyak prestasi yang diraih si jarang mandi ini dan saya yakin dia masih akan meraih lebih banyak prestasi lainnya. Setelah dia sibuk dengan kuliahnya, kami jadi jarang bertemu dan hanya kontak lewat sms atau telpon. Dia lulus dengan nilai yang sangat bagus dan diterima menjadi pengajar muda di Aceh Utara. Sebuah hal yang sangat membanggakan dan luar biasa bagi anak manja untuk mengabdikan diri mengajar anak-anak di pedalaman. Kami terus berhubungan melalui media sosial. Dia sudah menjadi ibu guru, berjilbab dan dicintai murid-muridnya. Well done, ibu guru..

Wanita kedua seorang gadis pendiam dan mempunyai tatapan tajam. Dia berasal dari Sukabumi dan kuliah di Jurusan Hukum. Dia termasuk salah satu teman wanita yang sangat akrab dengan saya. Cuek, tidak suka basa basi, jarang mengeluh dan mengerjakan apa yang bisa dia kerjakan membuat dia disenangi. Dia anak pertama dari dua bersaudara. Karakternya sangat bertolak belakang dengan adik perempuannya. Hampir tidak ada rahasia di antara kami. Dia menjadi pendengar yang sangat baik bagi saya yang sangat senang bercerita. Kadang-kadang dia melontarkan kata-kata singkat namun dalam. Tidak jarang juga dia melontarkan guyonan yang tidak garing sama sekali. Tangguh. Salah satu kata yang bisa menggambarkan sosoknya. Dia bisa menyimpan sebuah rahasia atau rasa sakit dalam waktu yang lama. Dia tidak akan berkata apa-apa sebelum saya memaksanya atau beban padanya sudah tidak bisa ditanggungnya sendiri. Wanita kuat dan pemberani. Beruntunglah lelaki yang menjadikannya istri dan anak yang memanggilnya ibu.

Wanita ketiga seorang gadis periang dan ekspresif. Dia berasal dari Toraja dan kuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan. Saya sudah sering bercerita tentang gadis ini jadi tidak usah lagi dibahas.

Kami menjalani setiap kegiatan organisasi bersama-sama dan berbagi cerita apapun yang kami mau. Sampai kewajiban dalam kehidupan masing-masing membuat kami saling berjauhan dalam perhitungan jarak. Tetapi sejauh apapun, saya selalu merindukan mereka. Mereka berdua inspirasi saya dalam menjalani hidup. Belajar arti kerja keras dari wanita pertama dan belajar arti ketangguhan dari wanita kedua. Semoga mereka selalu diberi kebahagiaan dan mencapai cita-cita yang mereka impikan. Semoga ada saatnya kami bertemu lagi dan saling membagikan pengalaman bagaimana hidup menempa kami menjadi pribadi yang sekarang. Keep fighting Cahaya and Ghufrani. I love you both. 




Continue Reading...

Jumat, 15 November 2013

Media Sosial Adalah Ratjun Dunia

"We have more knowledge but less judgement. We built more computers to hold more information, to produce more copies than ever, but have less communication" - Dalai Lama

Sekitar 2000an teman di facebook, 1200an follower di twitter dan 150 teman di path. Begitulah kira-kira gambaran kehidupan media sosial saya. Ini sama sekali bukan tentang pamer keeksisan di dunia maya. Bukan. Lebih kepada perspektif yang lain. Perspektif nilai guna dari media-media sosial kampret ini. Kenapa saya bilang kampret? Karena media sosial begitu besar pengaruhnya dan bisa merubah kepribadian orang secara temporer bahkan permanen. Saya yakin bahwa awal orang bermain media sosial untuk mencari kesenangan, melampiaskan emosi, mencurahkan perasaan, dan mempererat hubungan dengan teman baik yang dekat maupun jauh. 

Jaman facebook masih merajai dunia per-media sosial-an, online bisa dilakukan tiap hari hanya untuk sekedar meng-update status, meng-upload foto dan mengomentari postingan-postingan teman. Awalnya hanya menerima pertemanan dengan mereka yang dikenal tetapi lama-lama menjadi bosan dengan permintaan pertemanan dan dengan cuek menekan tombol accept. Sekarang facebook isinya kebanyakan orang-orang yang setengah kenal dan yang hampir tidak kenal sama sekali.

Update status di facebook juga bukan sesuatu "keharusan" lagi setelah munculnya twitter. Di twitter, kita bisa bercceloteh apa saja yang kita inginkan. Tak ada yang membatasi. Sampai ketika semakin banyak pengguna twitter yang mendadak menjadi "hakim" yang memberi penilaian dan judgement terhadap kicauan seseorang. Muncullah slogan-slogan "I tweet what I want", "Don't judge me by my tweets", dll. Memang, hak setiap orang untuk menuliskan apa saja dan hak setiap orang juga untuk memberi penilaian atau komentar atas apa yang dituliskan. Orang-orang yang takut atau tidak mau menerima kritikan atau komentar buruk, menjadi pasif dan tidak lagi menuliskan ide-ide bebas dalam pikirannya. Penilaian orang di media sosial bisa mempengaruhi psikis dan pergaulan sehari-hari. This is the world, nowdays.

Bermain di media sosial harus bijak, katanya. Harus bisa memilih-milih dengan baik apa yang ingin kita ungkapkan. Dengan pandangan ini, orang akan memberikan pencitraan yang baik-baik saja misalnya memposting kata-kata bijak padahal dia sedang ingin mengumpat, menulis hal-hal yang lucu padahal dia sedang meneteskan air mata, mengomentari kebahagiaan teman dengan hal-hal yang menunjukkan dia sedang bahagia padahal dalam hati iri dengan hal tersebut. Namun, saat mengatakan hal sesuai dengan kondisi sebenarnya, orang-orang akan mulai membicarakan dan mengatakan bahwa kita terlalu ekspresif, lebay dan bisa jadi ilfeel. Media sosial dapat mempengaruhi mood dan perasaan. Bisa senang kemudian berganti menjadi sedih atau marah. Kadang-kadang juga iri atas pencapaian seseorang. Ada banyak juga pertengkaran bahkan perkelahian karena saling bertukar komentar pedas di media sosial. Media sosial menjadi baik atau buruk tergantung dari perasaan dan kondisi psikologis orang pada saat itu. Bercanda bisa jadi serius, sebaliknya hal serius bisa menjadi candaan. Sayangnya, kita tidak bisa mengetahui dan memastikan kondisi orang lain yang sebenarnya karena kita hanya melihat dari apa yang ditulisnya.

Saya termasuk orang yang aktif di media sosial dan bisa menghabiskan waktu berjam-jam menatap gadget untuk melakukan itu. Hal itu akan sangat mungkin bagi orang-orang yang berada di tempat jauh dari "peradaban" dan teman-teman dekat. Media sosial menjadi salah satu sarana untuk menghilangkan kebosanan. Sekarang tidak perlu menatap tv atau membaca koran karena semua berita terbaru ada di media sosial. Saya bisa menjadi orang yang bercitra baik juga bisa menjadi orang yang lebay dan berlebihan jika bermain media sosial. Semuanya tergantung perasaan saat itu.

Dunia nyata kadang tidak menyenangkan. Dunia maya pun juga begitu. Kita mulai harus mulai bertanya lagi pada diri kita sendiri, hidup mana yang sebenarnya kita hidupi? Saya selalu setuju tentang pernyataan bahwa pergaulan di kehidupan nyata jauh lebih berharga daripada pergaulan di dunia maya. Keeksisan di media sosial tidak selalu menjamin keeksisan di dunia nyata. Walaupun harus diakui juga tidak sedikit orang yang "karir"nya sukses di dua kehidupan yang berbeda ini. Kalau saya tetap akan hidup di  dua dunia itu tetapi akan memilih mana yang harus lebih sering saya "singgahi". Dunia nyata sudah pasti selalu menjadi prioritas karena media sosial itu ratjun dunia!

NB :
Tulisan ini membutuhkan waktu lama dalam penulisan karena penulisnya keasikan menatap gadget (baca : main di media sosial)
Continue Reading...

Senin, 11 November 2013

Fragment #16

Kupandangi sosok dalam cermin penuh debu. Kutanya dia "Siapa kamu?". Dia diam tak menjawab. Hanya mengikuti apa yang bibirku lakukan. Sekali lagi kutanya,"Hey, kamu siapa?". Masih sama. Dia tak bergeming. Kuamati lagi. Lama dalam diam. Siapa gerangan dia? Tampak baik-baik saja tetapi entah mengapa aku bisa merasakan kehampaan dalam hatinya. Aku melihat kekosongan dalam pandangan matanya. Tak ada semangat menggebu-gebu dan mata berbinar seakan dunia sedang menunggu seperti yang sering aku rasakan. Aku prihatin. Aku ingin memeluknya dan menenangkannya. Ingin mengatakan bahwa semuanya baik-baik saja. Tetapi lagi-lagi cermin peot berdebu menghalangi usahaku. Sialan.
Continue Reading...

About

Blogroll

About