Jumat, 24 Juli 2020

Pendidikan ; Kebanggaan dan Tanggung Jawab

"Education is not the answer to the question. Education is the means to the answer to all question" - William Allin

Aku adalah salah satu orang yang beruntung dapat mengecap pendidikan yang layak sejak Taman Kanak-Kanak. Ibuku hanya lulusan SMA yang "dipaksa" menikah saat baru saja duduk di bangku kuliah. Sedangkan ayahku hanya lulus SMP karena tidak ingin melanjutkan sekolah saat itu dan lebih memilih untuk mengurus hewan ternak kakeknya. Meskipun demikian, orang tuaku menilai pendidikan adalah hal yang penting untuk memperbaiki nasib, agar kami anak-anak mereka dapat hidup lebih baik dari mereka. Aku dan saudara-saudaraku berhasil meraih gelar sarjana dari kampus yang terbilang bagus. Ibuku pernah berkata bahwa dia tidak memiliki harta untuk diwariskan sehingga pendidikan menjadi opsi terbaik menjadi bekal masa depan kami. Tak hanya kata-kata, aku telah melihat orang tuaku mengusahakan segala hal yang bisa mereka lakukan untuk membiayai pendidikan kami. Atas dasar pemikiran itu pulalah orang tuaku mendukung ketika aku memutuskan untuk melanjutkan S2.


Sejak dahulu aku cukup bagus dalam bidang akademik. Selalu menjadi juara kelas kuraih dari SD hingga SMP. Saat SMA aku pun masuk ke sekolah terbaik di daerahku tanpa tes dan mendapat beasiswa. Aku kemudian berhasil lulus ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri setelah sebelumnya menolak beasiswa di sebuah Perguruan Tinggi Swasta. Setelah sempat bekerja dan berpetualang ke sana ke mari, pada akhir tahun 2016 aku memutuskan untuk melanjutkan S2 ke salah satu universitas terbaik di Indonesia. Sebelumnya aku pernah berkelakar ingin melanjutkan kuliah ke luar negeri dengan beasiswa. Tetapi tidak terwujud. Aku berpuas diri dengan mengecap pendidikan Pascasarjana di Indonesia dengan biaya sendiri. Harga yang harus kutanggung dari kurangnya usaha dan ketekunan.

Aku sejak dahulu bermimpi menjadi seorang profesor, menjadi orang yang berilmu tinggi, berguna bagi daerahku dan menjadi kebanggaan keluargaku. Aku telah menapaki tangganya satu per satu. Pada bulan September 2019 aku dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Master. Gelar yang menambah panjang namaku dan menjadi yang pertama dalam keluarga intiku.

Selama mengecap pendidikan S2 aku banyak berefleksi. Aku bertemu dengan banyak orang dari latar belakang yang berbeda. Orang-orang yang sangat berbeda dengan orang-orang yang kutemui saat S1. Aku menyadari banyak hal bahwa di dunia yang luas ini, sangat banyak orang yang lebih berilmu dariku. Orang yang tampak biasa-biasa saja dari luar tetapi diberkahi dengan otak cemerlang. Aku belajar banyak dari mereka. Ada masa di mana aku merasa hampa dengan gelar Master yang menghiasi namaku. Hampa karena aku rasanya masih sangat kurang dan tidak pantas menyandangnya. Gelar yang membutuhkan pertanggungjawaban yang rasanya tidak dapat kutanggung. Aku sadar aku masih harus banyak belajar, melihat dunia dan menyelami kehidupan.

Namun, tidak ada yang sia-sia dari sebuah perjalanan dan usaha. Pertemuanku dengan pengajar-pengajar yang ilmunya setinggi angkasa banyak mengubah cara pandangku pada dunia. Begitu pun pertemuanku dengan teman-teman unik yang berasal dari penjuru daerah. Malam-malam yang aku lewati tanpa tidur demi mengerjakan tugas, waktu santai sambil mendiskusikan begitu banyak topik, teguran-teguran halus maupun keras saat menyelesaikan tesis akhirnya kusadari merupakan sebuah proses panjang tak hanya untuk sebuah gelar tetapi sebagai tahap untuk menjadi manusia yang lebih terbuka pemikirannya, lebih pandai menimbang perkara dan tidak merasa lebih dari pada orang lain.

Pendidikan yang kuperoleh telah menjadi sebuah kebanggaan tetapi jalan untuk mempertanggungjawabkan masih sangat panjang. Apalah arti sebuah gelar jika tak bermanfaat bagi orang lain. Kuharap diberi umur yang cukup oleh Sang Empunya Hidup untuk melakukannya. Sepanjang jalan itu pun aku akan selalu mengingat para guru kehidupanku.
Continue Reading...

About

Blogroll

About