Senin, 20 Februari 2012

Begadang, sebuah repetisi

"Begadang jangan begadang bila tiada artinya". Begitulah sepenggal lirik lagu Bang Rhoma Irama tentang begadang. Pernahkah aku katakan bahwa aku seorang yang sangat sering begadang? Yang hampir tidak bisa tidur di waktu yang normal. Yang selalu tidur subuh dan bangun siang harinya. Semuanya bermula ketika menjadi mahasiswa. Seringnya ketika menjabat sebagai mahasiswa tingkat akhir. Saat itu, bahkan sering tidak tidur. Selalu keluar kata seperti ini "Ah, bentar lagi", "Bentar lagi, nanggung", "Kalo ntar tidur gak beres-beres". Pertanyaannya, mengapa pekerjaan itu tidak dilakukan siang harinya? Karena siang hari dipakai untuk tidur. Seperti itu terus dan berulang-ulang. Teori kalau begadang itu bisa menyebabkan penyakit ini dan itu rasa-rasanya bukan sesuatu yang menakutkan dan dianggap angin lalu. Walaupun aku pernah dirawat di rumah sakit karena (katanya) keseringan begadang sehingga pola makan tidak teratur.

Selain karena tugas akhir, begadang juga bermula dari pertandingan bola yang sebagian besar ditayangkan tengah malam bahkan dini hari. Bagi mereka pecinta bola, seperti saya tidak akan mau ketinggalan pertandingan apalagi jika tim kesayangan yang bermain. Kalau yang satu ini susah diatur karena semuanya berdasarkan waktu saudara-saudara di Eropa sana yang terbalik dengan di sini. Mau geser waktu pertandingan bola jadi pagi atau siang hari? Jadi ketua FIFA dulu. Susah kan? Jadi mau pilih bola atau waktu tidur? Susah buat memilih. Kita serahkan kepada kekuatan mata untuk tetap terbuka.

Aku tidak tahu sampai kapan aku akan terus begadang. Menghabiskan waktu untuk melakukan sesuatu pada malam hari dan menghabiskan pagi dan siang untuk tetap di tempat tidur. Mungkin pada saat aku mendapatkan pekerjaan tetap yang mengharuskan aku untuk memaksa mata tertutup pada jam 8 atau 9 malam agar besok paginya aku bisa bangun cepat. Tapi kalau aku disuruh meminta, aku ingin pekerjaan yang bisa membuatku tetap menikmati pertandingan sepakbola pada tengah malam. Kalau susah, yah paling bermalam di kantor biar besoknya tidak usah buru-buru. Ah, kita ngomongin begadang atau pekerjaan. Gak jelas! :|


Continue Reading...

Gendut? Hell yeah!

"Lo tambah gendut deh", "Kok lo gendut banget sih?", "Ternyata lo pendek ya", "Tinggi lo berapa sih?". Pertanyaan yang biasa tapi sedikit mengganggu. Sedikit? Iya, iya, kadang-kadang banyak. Sebenernya gue sering nanya ke diri sendiri, sejak kapan gue kepikiran masalah kayak gitu. Oke well, sebagai sekedar informasi gue mau mendeskripsikan diri gue secara fisik. Gue gendut, gak terlalu tinggi, cuma satu setengah meter lebih beberapa senti. Paha ama betis gue gede. Malah ada temen gue yang bilang betis gue segede paha gue. Kebayang kan gedenya gimana. Lengan gue juga gede tapi untungnya gak segede paha gue. Bagian dada juga lumayan gede tapi gak segede punya Julia Perrez. Perut buncit tapi juga gak segede punya pejabat-pejabat di senayan sana. Cuma ada lipatan-lipatan lemak yang terbentuk karena jarang sit-up. Muka sejauh ini gak ada masalah. Normal-normal aja sejauh pemantauan gue di depan cermin. Rambut lurus hitam panjangnya sebahu. Ini yang mengalami perubahan banyak dari gue yang sebelumnya berambut cepak. Paling panjang ya kena kerah baju. Setahun ini gue mencoba manjangin rambut, hal yang gak pernah gue lakuin selama belasan tahun terakhir. Udah kegambar kan? Kalo belum kegambar, tinggal liat di facebook gue yang linknya ada di halaman ini. (kenapa gak dari tadi?? >:O )

Jadi gini, gue dulu waktu smp sampe kelas 2 sma gak segendut sekarang. Pas naik kelas 3 sma, gue udah mulai membengkak karena kebanyakan makan dan kebanyakan tidur. Masuk kuliah juga gak segede sekarang. Seiring berjalannya waktu dan tingkat kesukaan gue ama makan bertambah, maka berat badan gue juga bertambah. Tapi dulu sih gak ada masalah ama pakaian. Karena gue emang suka pake baju yang longgar dan jarang banget hampir gak pernah make baju yang ketat-ketat. Menurut gue baju longgar itu enak. Bikin lo bebas gerak. Pikiran gue dulu baju ketat yang ngeliatin semua bentuk tubuh dan sepatu hak tinggi adalah pembunuh perlahan buat kaum perempuan. Akhir-akhir masa kuliah, gue lebih sering begadang. Hampir setiap malam begadang. Stress mikirin yang namanya skripsi. Kata penelitian sih (gak tau penelitian siapa), orang yang jam tidurnya gak teratur bisa makin gendut. Dan penelitian itu terbukti! Mau nangis darah mikirin skripsi juga tetep aja kurang tidur dan makan banyak. Maka, beginilah gue sekarang, dikelilingi lemak yang gue harap bukan lemak jahat.

Kembali ke masalah awal, gue kan dari dulu cuek-cuek aja mau dibilangin gendut, gembrot, bantet, bodo amat. Yang penting gue hidup. Yang penting gue makan enak. Yang penting gue mimpi indah. Yang penting gue cantik. Sedaaaappp! Iya, iya gue tau itu cuma kata-kata penghibur. Lah, kalau bukan gue yang ngehibur diri sendiri, siapa lagi coba? Yee gak? Iye aja deeehh. Tapi itu dulu. Entah karena pengaruh umur yang semakin bertambah angkanya dan gue yang udah mulai mature, gue udah mulai berpikir kalau gue gak selamanya bakal pake baju longgar, sepatu kets, celana jeans, rambut berantakan dan segala hal yang berbau ketidakpedulian pada penampilan. Gue udah mulai dewasa sob! Gue udah lulus kuliah, bentar lagi masuk dunia kerja yang sebagian besar bakal mempengaruhi cara gue berpenampilan. Jangankan kerja, pas wisuda aja gue udah mulai pake kebaya, pake high heels, anting-anting dan bla bla bla. Nyiksa, udah pasti. Tapi mau gak mau karena mak gue bakal nangis darah kalo ngeliat gue dateng wisudaan pake celana jeans ama kemeja gombrang.

Gue dari dulu berpikir, kenapa wanita bahkan pria harus terkungkung dalam sesuatu yang bernama penampilan luar. Sampai begitu hebatnya pengaruh penampilan sampai ada yang berani ngeluarin duit puluhan juta buat permak penampilan. Entah itu beli barang branded-lah, operasi plastik-lah, gedein tetek-lah dan sebagainya. Gue gak habis pikir. Gue mulai gak percaya ama yang namanya inner beauty. Jangan-jangan itu cuma bullshit. Ahhh, terserahlah. Mungkin ini yang namanya jaman edan. Semuanya diliat dari penampilan luar dan bentuk tubuh. Quotes tentang kecantikan yang banyak dikumandangkan kayaknya udah mulai gak berlaku juga sepertinya.

Be yourself. Ah, quote yang satu itu juga udah ditelan reruntuhan gunung merapi. Toh, buktinya sekarang orang bahkan gak jadi dirinya sendiri karena pengaruh dan tuntutan lingkungan. Kalo gue sendiri harus gimana? Diet? Ihh, mendingan lo bunuh gue daripada lo nyuruh gue diet. Trus kalo ada yang ngomentarin bentuk badan gue, gimana? Ngeles aja. Bilang kalo diet gagal atau gak bilang lo gak bakal diakuin anak lagi kalo gak gendut. Susah amat. Adele aja gendut tapi bisa jadi sukses gitu. Dikagumi banyak orang tanpa ngeliat bentuk badannya. Tapi itu kan karena suaranya bagus banget. Lah, kalo udah gendut trus kentut aja fals, gimana? Mendingan lo tutup pintu kamar, ke pojokan trus garuk-garuk tembok dah tuh. Hahahaha..

Quote of the day : Hidup itu sulit untuk orang-orang tak berbadan bagus dan tak berpenampilan menarik. Jangan dibikin tambah sulit dengan menyiksa diri memikirkannya sepanjang hari. Lebih baik tertawa. Menertawakan penampilan diri sendiri.



Continue Reading...

Jumat, 17 Februari 2012

Melelahkan

Ada saat di mana kamu benar-benar sendiri. Tidak ada teman dan hanya terkurung di dalam kamar berukuran kecil menghabiskan waktu untuk menatap kebahagiaan orang lain dan sesuatu yang bernama "iri" menghampirimu. Namun, jika kamu berpikir lagi mungkin saja ada seseorang yang pada saat bersamaan sedang memandang iri kepadamu, berharap menjadi sepertimu dan berada di posisimu saat ini. Mengapa terus mengeluh? Bukankah mengeluh membutuhkan energi yang lebih besar daripada sekedar mencoba menerima semua yang ada dan menjalani hidup yang telah diberikan? Iri adalah penyakit yang bisa membunuh mental. Mengapa harus dipelihara? Itu melelahkan, bodoh!
Continue Reading...

About

Blogroll

About