Kamis, 18 Agustus 2016

Satu Dekade United Indonesia ; Sebuah Autokritik

"It's not how big the house is, It's how happy the home is" -unknown-

Menurut wikipedia, komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat yang sama. Komunitas berasal dari bahasa latin "communitas" yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari kata "communis" yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak"

Sebelumnya, perkenalkan saya adalah sebuah organisme yang memiliki ketertarikan kepada sebuah klub sepakbola bernama Manchester United dan tergabung dalam sebuah komunitas bernama United Indonesia. Pada hari ini, United Indonesia memperingati hari jadinya yang ke-10. Satu Dekade. 

United Indonesia resmi didirikan pada tanggal 20 Agustus 2006 oleh enam orang yang kami sebut Founder. Mereka yang 'menemukan' ide untuk membentuk komunitas pecinta klub Man United di Indonesia (lagi) setelah mereka lepas dari 'saudara tua' yang lebih dulu terbentuk pada tahun 2000. Anggota United Indonesia -yang kemudian disingkat UI- pada awal-awal pembentukan sebagian besar merupakan anggota yang hijrah dari komunitas serupa yang sebelumnya ada. Kepindahan mereka mungkin mengikuti prinsip komunitas tentang "kesamaan". Ada hal yang sudah berbeda. Bisa jadi itu tujuan atau cara pandang. Jika anda seorang Kristiani, anda tentu pernah mendengar cerita Alkitab tentang kehidupan jemaat mula-mula yang disampaikan dalam kitab Kisah Para Rasul. Mereka berkumpul setiap hari, bersekutu, dan bertekun dalam pengajaran rasul-rasul tentang firman Tuhan. Mereka berbagi apa saja yang mereka miliki dan hidup dengan bahagia. Begitulah kira-kira kehidupan 'jemaat mula-mula' dari United Indonesia. Mereka berkumpul hampir setiap hari dan bertekun dalam 'pengajaran' tentang klub 'Setan Merah" dari kota Manchester dan bahagia dalam Dunia Georgie Best.

Saya bergabung dengan United Indonesia tepat setelah mereka merayakan ulang tahun yang ke-5. Kala itu yang saya tahu adalah bagaimana mendapatkan teman yang mempunyai ketertarikan sama pada Man United. Saya juga ingin merasakan bagaimana euforia 'memuja' tim kesayangan bersama-sama dengan mereka yang memiliki 'keyakinan' yang sama. Semuanya adalah tentang bersenang-senang. Setiap hari ada organisme-organisme baru yang menginginkan hal yang sama dengan saya. Komunitas ini semakin besar diiringi dengan segala kompleksitasnya. Sampai pada umurnya yang ke-10 ini, United Indonesia sudah mengembangkan sayap ke seluruh Indonesia, dari Aceh sampai Papua. Lebih dari 100 regional -kami menyebutnya chapter- menyatakan diri sebagai bagian dari keluarga besar UI dengan jumlah member yang sudah melewati angka 10.000. Sebuah angka yang fantastis bagi sebuah komunitas pecinta klub sepakbola yang berada nun jauh di sana.

Semakin banyak kepala, semakin banyak karakter, semakin banyak kepentingan mewarnai pertumbuhan komunitas tercinta ini. Perbedaan pendapat dan pandangan sampai kesalahpahaman sering terjadi. United Indonesia adalah sebuah keluarga. Tidak seorangpun anggotanya akan rela melihat keluarganya diganggu atau perlahan digrogoti oleh 'penyakit' dari dalam. Anggota yang memiliki rasa cinta pasti akan melakukan apapun untuk mempertahankan keutuhan keluarganya. Walaupun cara yang dipakai akan berbeda-beda karena cara setiap orang menunjukkan cinta tidaklah sama. Lalu semuanya akan kembali kepada komunikasi. Komunikasi yang baik akan menyelesaikan masalah. 'Kepala keluarga' terkadang harus memposisikan diri sebagai sahabat bagi 'anak-anaknya' yang sedang merengek atau mengkritik. Jika dia tetap mempertahankan filosofi dan 'rasa gengsi' sebagai seorang 'pencari nafkah', maka anak-anak tersebut tidak akan bertumbuh dengan baik. Saya teringat oleh kata-kata mantan ketua umum UI yang juga seorang teman dekat, Moris Megaloman -waktu itu sudah tidak berambut merah dan alay-, "Setiap kesalahan orang-orang di kepengurusan saya adalah kesalahan saya. Selama saya masih mampu menanggung kesalahan mereka, akan saya tanggung. Selama saya mampu untuk memuaskan setiap pihak, saya akan berusaha. Tetapi kita tidak bisa membahagiakan setiap orang. Terkadang kita gagal. Namun yang penting adalah berusaha sebaik mungkin untuk bekerja tanpa mengharapkan apa-apa".

Dalam komunitas dengan segala fluktuasinya, Teori Darwin tentang seleksi alam pun mau tidak mau berlaku. "Spesies yang berhasil beradaptasi dengan baik akan terus bertahan hidup, sedangkan yang tidak dapat beradaptasi akan punah". Banyak spesies yang datang dan pergi. Mereka yang pergi bisa saja sudah tidak bisa beradaptasi dengan kondisi komunitas yang makin kompleks. Atau dengan alasan yang sangat sederhana yaitu rasa jenuh. Saya sendiri pernah merasakan jenuh. Kehidupan berkomunitas itu kadang menjenuhkan. Bertemu dengan orang itu-itu saja akan menjenuhkan. Performa Man United menurun dan tidak sesuai dengan ekspektasi pun sangat menjemukan. Tetapi jika anda menganggap komunitas sebagai 'rumah', rasa jenuh itu akan kalah oleh rasa rindu untuk pulang.

Saya merasa sangat bangga menjadi bagian dari keluarga besar ini. Saya mendapatkan sangat banyak di sini dengan hanya bisa memberi sangat sedikit sebagai rasa terima kasih. Saya berada pada titik di mana saya berada sekarang karena keluarga ini. Saya tidak pernah menyesali pilihan saya untuk bergabung dengan keluarga ini. Saya berterima kasih kepada Sang Pencipta setiap kali mengingat apa yang sudah saya lewati dan saya alami di dalam keluarga ini. I couldn't ask more.

Sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar. Saya mengagumi mereka yang bertahan sedemikian lama. Walaupun mereka sudah tidak intens mengurusi tetek bengek organisasi, saya yakin mereka masih concern terhadap apapun yang tejadi dalam tubuh United Indonesia. Mereka akan selalu ada saat dibutuhkan. Mereka akan selalu ada untuk mengkritik ataupun mendukung. Karena bagi mereka dan sebagian United Indonesia adalah sebuah rumah yang selalu memanggil untuk pulang. Dalam peringatan satu dekade ini, saya mengajak kalian para organisme-organisme yang punya tujuan sama untuk menilik kembali alasan komunitas ini dibentuk. Sekali lagi, semuanya hanyalah tentang bersenang-senang dan berbagi. Bisakah kita hidup lagi seperti 'jemaat mula-mula'?


@mayarararocks, member United Indonesia yang sangat biasa

NB. Tulisan ini telah dipublikasikan di www.offside.id

Continue Reading...

Love Will Always Find The Way (2)

Ruang Kedua

Aku mengenal Sansa (bukan nama sebenarnya) di sebuah komunitas pecinta sepakbola. Waktu itu sekitar awal tahun 2012. Aku datang menunaikan 'ibadah' rutin setiap akhir minggu di salah satu kafe di Bandung. 'Ibadah' bagi kami pecinta sepakbola yaitu nonton bareng. Manchester United is the second religion, for us. Hehe.. sok die hard. Di jeda babak pertama, aku melihat seorang wanita muda berambut panjang berjalan bolak balik, mengobrol dengan beberapa orang sambil menghisap rokoknya. Saat itu aku tidak terlalu peduli dengan siapa sosok tersebut. Ternyata hari itu adalah hari pertama dia bergabung di komunitas kami dengan mendaftar sebagai anggota. Jika sudah menjadi anggota komunitas sepakbola, tidak sulit untuk bertemu karena ada banyak event yang diadakan sebagai ajang berkumpulnya para anggota baik yang skala daerah maupun nasional. Aku beberapa kali bertemu dengan Sansa, saling menyapa tetapi hanya sebagai sebuah formalitas. Selebihnya, kami berinteraksi di twitter namun tidak intens. Tidak akrablah pokoknya.

Suatu hari ada seorang teman komunitas yang datang dari luar kota dan mengajak saya untuk nongkrong di Jalan Braga. Ternyata dia pun sudah janjian dengan Sansa serta beberapa teman yang lain. Jadi malam itu, kami duduk di pinggir Jalan Braga sambil meneguk beberapa botol bir sambil mengobrol. Sansa ini sosok yang serampangan, ceplas ceplos, supel dan apa adanya. Mungkin ini juga yang membuat dirinya banyak disukai orang. Dia gampang berteman dengan siapa saja. Dari situlah aku mulai lebih akrab dengan Sansa walaupun belum bisa disebut sebagai teman dekat. Kami seringkali bertemu di event komunitas atau sekedar nongkrong bareng jika ada teman dari luar kota yang datang ke Bandung.

Sansa suka bercerita. Aku melihat beberapa kesamaan dengan diriku dalam dirinya. Tidak sulit untuk mengorek cerita dari Sansa. Buka sedikit 'kran'nya dan dia akan bercerita panjang lebar tentang kehidupannya. Dari ceritanya aku mengetahui banyak tentang kondisi keluarganya dan siapa saja pria yang pernah berkencan dengannya. Rumit dan keras. Mungkin dua kata itulah gambaran kehidupannya. Dia dua tahun lebih muda dariku tetapi cambukan-cambukan hidup telah membuatnya seperti sekarang ini. Aku mencoba memahaminya walaupun terus terang aku kadang tidak setuju atau tidak paham atas pilihan-pilihan yang dibuatnya.

Kami semakin akrab dan semakin sering bertemu. Dia teman yang sangat bisa diandalkan dalam banyak hal. Dia labil. Kadang dewasa tetapi kadang sangat seperti anak remaja. Sangat fluktuatif apalagi jika menyangkut kisah cintanya. Gonta ganti pacar merupakan hal yang biasa untuknya. Hampir semua hubungannya berakhir dengan alasan ketidakcocokan lagi. Aku terkadang kaget jika sudah lama tidak bertemu kemudian bertemu lagi, dia akan datang dengan pacar yang baru lagi. Singkat cerita, di tengah hubungannya yang hampir kandas dengan seorang pria, dia menceritakan tentang pertemuannya dengan seorang mantan yang menjadi pacarnya 7 (tujuh) tahun yang lalu. Sansa mengakui bahwa selama ini dia dekat dengan ibu dari mantannya tersebut dan sering berkomunikasi. Bersamaan dengan bertemunya kembali Sansa dengan mantannya, timbul tekanan dari ibunya -yang selama ini menjadi orang tua tunggal bagi Sansa-, agar Sansa segera menikah. Menikah muda adalah sesuatu yang wajar di kalangan suku Sunda. Apalagi dengan keadaan Sansa yang tidak bekerja dan tidak melanjutkan pendidikan. Mantan pacar Sansa -sebut saja Fahri- bekerja sebagai pegawai swasta dan sedang melanjutkan pendidikan strata 2 di Bandung.

Pertemuan mereka berdua menimbulkan kembali kenangan dan benih-benih cinta di antara keduanya. Orang tua mereka berdua pun menyambut bahagia hubungan mereka. Ibu Fahri terutama sangat mendukung dan mendesak mereka untuk segera menikah tanpa mempermasalahkan latar belakang dan kondisi keluarga Sansa. Setelah pertimbangan yang dianggap matang, Sansa setuju untuk menikah dengan Fahri. Toh, bukankah ini yang dinamakan berjodoh? Berpisah kemudian bertemu lagi tujuh tahun setelahnya lengkap dengan restu orang tua. Petualangan cinta bertahun-tahun dengan banyak pria dan berakhir di pelaminan dengan sang mantan. "Cinta akan kembali pada tempat yang semestinya meski itu kepada mantan sendiri" - jfs -

Aku doakan kamu kuat dan tangguh seperti biasanya untuk mengarungi bahtera rumah tangga, sahabatku
Continue Reading...

About

Blogroll

About