Kamis, 23 April 2015

Yogyakarta ; Padamu Ku Sudah Jauh Terjatuh

"Pulang ke kotamu, ada setangkup haru dalam rindu. Masih seperti dulu tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna. Terhanyut aku akan nostalgia saat kita sering luangkan waktu nikmati bersama suasana Jogja"

Suara merdu Katon Bagaskara terdengar di speaker laptop baruku yang cicilannya belum lunas. Lagu ini dirilis pada tahun 1991, paling tidak itulah tulisan di artikel yang aku baca. Sudah lama sekali ya. Buatku, lagu yang bagus adalah lagu yang selalu enak didengar berapapun 'umur'nya. Dan lagu yang dibawakan oleh KLa Project ini adalah salah satunya. Pasti banyak yang setuju denganku. Siapa yang tak jatuh cinta dengan Yogyakarta? Aku rasa yang tidak jatuh cinta hanya ada 2 jenis orang. Pertama adalah orang yang datang dan tidak berinteraksi sama sekali dengan manusia, di mana itu mustahil dan yang kedua adalah orang yang tidak pernah menginjakkan kakinya di Jogja. 

Kunjungan pertamaku kulakukan pada tahun 2008 saat aku ikut dalam rombongan pemuda gereja yang sedang melakukan pelayanan. Cerita tentang Jogja sendiri sudah aku dengar ketika aku duduk di bangku SMA karena banyak alumni sekolah kami yang melanjutkan pendidikan ke kota yang memang dijuluki Kota Pelajar itu. Dalam kunjungan mereka ke sekolah, mereka menceritakan tentang nyamannya hidup sebagai mahasiswa perantau di Jogja. Jogja menawarkan banyak hal yang tidak dapat ditemui di daerah lain. Makanan beragam yang enak dengan harga yang murah, masyarakat yang santun dengan adat Jawa-nya serta tempat wisata yang pesonanya tidak usah ditanyakan lagi.

Bagi yang sudah sering ke Jogja dan mungkin sudah bosan ke Malioboro, bisa mencoba tempat wisata yang lain. Jogja adalah sebuah lanskap lengkap bagi mereka yang mencari kepuasaan bermain dan bertualang. Jika ingin bermain di ketinggian atau sekedar mengeluarkan keringat dengan hiking bisa ke Gunung Merapi. Bisa juga sedikit keluar kota menuju Gunung Merbabu, Gunung Slamet, Sindoro, Sumbing dan Dataran Tinggi Dieng. Yang ingin menikmati pasir pantai di sela jari - jari kaki bisa berkendara ke Pantai Parangtritis, Pantai Indrayanti, atau Pantai Sundak melewati kawasan Gunung Kidul. Tak hanya itu, bagi yang suka gua, bisa menelusuri gua sambil bermain air di Gua Pindul dan jika ingin sedikit lebih ekstrim bisa ke Gua Jomblang. Masih kurang? Yang ingin berwisata sejarah tentu sudah tahu harus ke mana. Jogja dan sekitarnya menyediakan tempat - tempat bersejarah untuk dikunjungi. 

Jogja bagiku banyak menyimpan cerita dan kenangan. Tak perlu jauh - jauh, bahkan dengan duduk menikmati secangkir kopi atau teh sambil bercerita banyak hal dengan sahabat sudah lebih dari cukup. Syahdu. Entah sudah berapa kali aku menaiki kereta Bandung - Yogyakarta - Bandung hanya untuk melepas rindu. Sudah tak terhitung. Tetapi rasanya selalu kurang. Aku mungkin sudah jauh terjatuh
Continue Reading...

Selasa, 21 April 2015

21 April ; Tak Hanya Kebaya dan Konde

"I think women are foolish to pretend they are equal to men. They are far superior and always have been" - William Golding -

Bagi perempuan Indonesia, tanggal 21 April adalah suatu hari yang bermakna. 21 April merupakan hari lahirnya Raden Ajeng Kartini, pahlawan nasional yang dianggap sebagai pejuang emansipasi wanita pada jamannya. RA Kartini adalah seorang keturunan priyayi (bangsawan jawa) yang merupakan putri dari Bupati Jepara pada saat itu. Pada umur yang masih belia, Kartini hanya tinggal di rumah dan dipingit. Dengan kemahirannya berbahasa Belanda, Kartini mulai melakukan korespondensi dengan teman - temannya di Belanda. Dia menceritakan tentang keadaan wanita pribumi yang tidak mendapat pendidikan dan perlakuan yang sama dengan kaum pria. Kartini mendambakan kebebasan serta kesetaraan dengan kaum pria dalam hal pendidikan. Hasil korespondensi ini dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang".

Mengapa harus Kartini? Bukankah sebelumnya lebih banyak pejuang wanita sebelum dia yang tanggal lahirnya bisa dijadikan "harinya perempuan" Indonesia? Banyak perdebatan mengenai hal ini. Terutama mereka yang tidak suka dengan hubungan erat Kartini dengan Belanda yang disebut sebagai penjajah. Juga mereka yang menganggap ada yang lebih pantas untuk dijadikan "icon" daripada hanya seorang Kartini yang hanya menulis dari balik kamarnya, hanya punya ide tetapi tidak diimplementasikan di lapangan. Saya? Tidak pada pihak manapun. Bukan karena cari aman, tetapi siapapun yang menjadi tokohnya, yang diusung tetap tentang perjuangan untuk merdeka bukan? Merdeka yang bisa berarti banyak.

Wanita selalu diidentikkan dengan 3 hal yaitu kasur, dapur dan sumur. Ketiga hal tersebut  merupakan istilah dan pandangan lama tentang tempat atau posisi wanita di dalam masyarakat dan keluarga. Pandangan itu telah banyak didobrak oleh wanita yang berani keluar karena sadar bahwa peran mereka tidak hanya sekedar tinggal di rumah dan hanya mengurus tetek bengek rumah tangga. Mereka berani melakukan hal - hal yang selama ini dianggap hanya bisa dilakukan oleh kaum pria.

Kalaupun ada yang memilih untuk hanya tinggal di rumah untuk mengurus suami dan anak, hal itupun bukan pilihan yang salah. Toh kesuksesan suami dan anak ditentukan dari bagaimana istri atau seorang ibu membimbing dan mendidik. Ibu jaman sekarang pun harus cerdas dan berpendidikan karena pendidikan yang paling mendasar berasal dari keluarga sedangkan tuntutan jaman semakin berat.

Ketika seorang wanita memahami peran pentingnya dalam keluarga dan masyarakat dan berani mengambil langkah untuk mendapatkan pendidikan yang layak serta berkarya di luar kungkungan pendapat tentang kemampuannya, itulah semangat yang diinginkan oleh para pejuang wanita di masa lampau. Wanita harus tetap santun, menghormati pria tetapi bukan berarti harus mau diinjak - injak atau diremehkan. Jika kita menyadari, tanpa ditunjukkan pun kekuatan wanita sudah bisa terlihat dari seorang istri yang patuh dan melayani suaminya dengan baik dan seorang ibu yang mengandung anaknya selama 9 bulan dan melahirkan dengan penuh rasa sakit. Kekuatan tersebut adalah anugerah yang diberikan oleh Tuhan pada ciptaan-Nya yang menurut-Nya paling indah.

Tak peduli itu Hari Kartini, Hari Cut Nyak Dien atau Dewi Sartika, yang penting adalah semangat perjuangannya. Paling tidak ada satu hari dalam satu tahun, hari di mana wanita Indonesia merenungi kedudukan dan perannya. Hari di mana perempuan Indonesia bisa merenungi pentingnya dirinya dan betapa kuat dirinya telah melewati banyak hal. Seperti tulisan di artikel yang tadi pagi saya baca, "Tak banyak perempuan yang membaca buku Habis Gelap Terbitlah Terang. Hari Kartini dirayakan dengan lomba memakai konde dan kebaya saja", yang kira - kira maksudnya : memaknai hari untuk perempuan ini harus lebih dari itu. Harus memahami isi dan merenungi makna, tidak hanya sekedar memakai kebaya dan konde.

Selamat Hari Kartini bagi seluruh perempuan Indonesia. Selamat merenungi hari ini.
Continue Reading...

About

Blogroll

About