Rabu, 26 Agustus 2020

It's Okay To Not Be Okay; Terbaik 2020 Versi Gue

"Don't forget today. Remember and face it. If you don't face it, you'll just always be a child with an undeveloped soul" - Ko Moon Yeong

Mengangkat tema psikologi, drama It's Okay To Not Be Okay gue nobatkan sebagai drama terbaik di tahun 2020 (walaupun masih ada beberapa bulan lagi). Ya gimana dong hampir semua unsur seperti cast, plot, sinematografi, soundtrack bagus banget. Kalaupun ada yang kurang, gak akan mempengaruhi keapikan drama ini. 


Dari semua drama yang pernah gue tonton, IOTNBO adalah drama pertama yang secara gamblang ngomongin tentang mental health. Mungkin ada beberapa drama lain yang ngomongin mental health tapi gue kurang tau karena gue gak nonton atau gak inget. Mungkin juga ada yang nyinggung tapi gak terlalu fokus sama itu. IOTNBO syutingnya aja sebagian besar di Rumah Sakit Jiwa. Kurang total apa coba. Cukup relate sama kondisi sekarang di mana orang udah mulai aware sama mental health. Because world is turning crazier these days, isn't it?

IOTNBO bercerita tentang Moon Gang Tae (Kim Soo Hyun) seorang perawat di RSJ yang punya kakak berkebutuhan khusus (mengidap autisme), Moon Sang Tae (Oh Jung Se). Moon Gang Tae dalam satu kejadian ketemu sama penulis dongeng cantik, eksentrik, anti-sosial yang suka seenaknya bernama Ko Moon Yeong (Seo Ye Ji). Karena kejadian di masa lalu, Moon Bersaudara selama 10 tahun selalu berpindah-pindah tempat. Setelah satu kejadian, mereka mutusin buat kembali ke kota asal mereka. Ko Moon Yeong yang impulsif ngikutin mereka ke sana karena ternyata dia juga berasal dari kota yang sama. 

Drama ini menggambarkan gimana karakter-karakter utama maupun pendukungnya struggling sama trauma masa lalu dan perjuangan menanggung beban hidup yang beda-beda setiap orang. Hal ini cocok sama kalimat "everybody has their own battle". Yang tampak baik-baik aja belum tentu baik-baik aja dan sebaliknya. Semakin ke belakang kita bakal disuguhi perkembangan masing-masing karakter karena adanya interaksi dan hubungan yang dibangun. Karena banyak berhubungan dengan Rumah Sakit Jiwa, kita juga diperkenalkan dengan beberapa istilah medis dalam kejiwaan. 

Yang bikin menarik lagi, tiap episodenya dikasih judul dongeng lengkap dengan ilustrasinya yang niat banget. Ada dongeng yang udah akrab di telinga kita ada juga yang baru (buat gue). Kerennya, interpretasi dari dongeng-dongeng itu bisa berbeda banget dari pemahaman kita selama ini kalau udah ngikutin jalan cerita dramanya. Jenius sih kalo kata gue.


Selain disuguhin ilustrasi-ilustrasi yang keren-keren banget, kita juga disuguhin soundtrack yang bagus-bagus banget. Gue jamin setelah nonton drama ini lo bakal inget scene-scene tertentu pas denger lagunya. Memorable soalnya. Gak cuma itu, salah satu yang jadi sorotan dari drama ini adalah kostum-kostum yang dipake sama Ko Moon Yeong (Seo Ye Ji). Baju-bajunya gak ada yang gak bagus dan tentunya iconic serta bikin karakter Ko Moon Yeong makin kuat.

Ngomongin akting pemain-pemainnya gak usah ditanyalah. Kim Soo Hyun pas main di drama ini konon dibayar sekitar 2,4 miliar rupiah per episode. Aje gile! Dan bayaran itu sebanding sama penampilannya. Bukan kaleng-kaleng. Tampangnya juga gak maen-maen kan. Bikin susah tidur hahahahaha. So Ye Ji juga all out banget. Suara, muka, gestur emang udah paling pas meranin sosok Ko Moon Yeong. Maksimal kecenya. Peran dia di drama kalau ibarat karya seni bisa disebut masterpiece. Digabungkan dengan sinematografi yang mantap maka makin terpuaskanlah visual kita. Trus, Oh Jung Se yang meranin Moon Sang Tae makan apa sih? Akting dia jadi orang berkebutuhan khusus pol banget. Gak ada obat. Kalo gak dapet penghargaan 'Aktor Pendukung Terbaik' tahun ini sih gak tau lagi.


Unsur paling penting yang melengkapi keapikan drama ini adalah pesannya. Lo bakal nemu banyak kata-kata bijak dan relate sama kehidupan sehari-hari. Apalagi kalo lo lagi dalam keadaan mental yang gak baik-baik aja. Kita diingetin kalo kita bisa memberi atau menerima bantuan dari orang-orang sekitar. Lo bakal sering denger kata 'gwaenchanha'. It's okay. Gak apa-apa. Gak apa-apa untuk gak baik-baik aja. Karena kita manusia.
Continue Reading...

Selasa, 11 Agustus 2020

Fragment #17

Aku tinggal di sebuah rumah megah dengan taman yang sangat luas. Rumah yang kubangun bertahun-tahun dengan segala daya. Rumah di mana aku tak perlu berpura-pura menjadi orang lain. Aku bebas melakukan apa yang kusukai. Rumah yang kutinggali bersama orang-orang yang kucintai dan kuinginkan dalam hidupku. Rumah yang penghuninya tidak berubah apapun yang terjadi. Rumah yang penghuninya tak pernah beranjak.

Mataku perlahan terbuka. Aku bangun dari mimpi panjangku.
Continue Reading...

Jumat, 24 Juli 2020

Pendidikan ; Kebanggaan dan Tanggung Jawab

"Education is not the answer to the question. Education is the means to the answer to all question" - William Allin

Aku adalah salah satu orang yang beruntung dapat mengecap pendidikan yang layak sejak Taman Kanak-Kanak. Ibuku hanya lulusan SMA yang "dipaksa" menikah saat baru saja duduk di bangku kuliah. Sedangkan ayahku hanya lulus SMP karena tidak ingin melanjutkan sekolah saat itu dan lebih memilih untuk mengurus hewan ternak kakeknya. Meskipun demikian, orang tuaku menilai pendidikan adalah hal yang penting untuk memperbaiki nasib, agar kami anak-anak mereka dapat hidup lebih baik dari mereka. Aku dan saudara-saudaraku berhasil meraih gelar sarjana dari kampus yang terbilang bagus. Ibuku pernah berkata bahwa dia tidak memiliki harta untuk diwariskan sehingga pendidikan menjadi opsi terbaik menjadi bekal masa depan kami. Tak hanya kata-kata, aku telah melihat orang tuaku mengusahakan segala hal yang bisa mereka lakukan untuk membiayai pendidikan kami. Atas dasar pemikiran itu pulalah orang tuaku mendukung ketika aku memutuskan untuk melanjutkan S2.


Sejak dahulu aku cukup bagus dalam bidang akademik. Selalu menjadi juara kelas kuraih dari SD hingga SMP. Saat SMA aku pun masuk ke sekolah terbaik di daerahku tanpa tes dan mendapat beasiswa. Aku kemudian berhasil lulus ujian masuk Perguruan Tinggi Negeri setelah sebelumnya menolak beasiswa di sebuah Perguruan Tinggi Swasta. Setelah sempat bekerja dan berpetualang ke sana ke mari, pada akhir tahun 2016 aku memutuskan untuk melanjutkan S2 ke salah satu universitas terbaik di Indonesia. Sebelumnya aku pernah berkelakar ingin melanjutkan kuliah ke luar negeri dengan beasiswa. Tetapi tidak terwujud. Aku berpuas diri dengan mengecap pendidikan Pascasarjana di Indonesia dengan biaya sendiri. Harga yang harus kutanggung dari kurangnya usaha dan ketekunan.

Aku sejak dahulu bermimpi menjadi seorang profesor, menjadi orang yang berilmu tinggi, berguna bagi daerahku dan menjadi kebanggaan keluargaku. Aku telah menapaki tangganya satu per satu. Pada bulan September 2019 aku dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Master. Gelar yang menambah panjang namaku dan menjadi yang pertama dalam keluarga intiku.

Selama mengecap pendidikan S2 aku banyak berefleksi. Aku bertemu dengan banyak orang dari latar belakang yang berbeda. Orang-orang yang sangat berbeda dengan orang-orang yang kutemui saat S1. Aku menyadari banyak hal bahwa di dunia yang luas ini, sangat banyak orang yang lebih berilmu dariku. Orang yang tampak biasa-biasa saja dari luar tetapi diberkahi dengan otak cemerlang. Aku belajar banyak dari mereka. Ada masa di mana aku merasa hampa dengan gelar Master yang menghiasi namaku. Hampa karena aku rasanya masih sangat kurang dan tidak pantas menyandangnya. Gelar yang membutuhkan pertanggungjawaban yang rasanya tidak dapat kutanggung. Aku sadar aku masih harus banyak belajar, melihat dunia dan menyelami kehidupan.

Namun, tidak ada yang sia-sia dari sebuah perjalanan dan usaha. Pertemuanku dengan pengajar-pengajar yang ilmunya setinggi angkasa banyak mengubah cara pandangku pada dunia. Begitu pun pertemuanku dengan teman-teman unik yang berasal dari penjuru daerah. Malam-malam yang aku lewati tanpa tidur demi mengerjakan tugas, waktu santai sambil mendiskusikan begitu banyak topik, teguran-teguran halus maupun keras saat menyelesaikan tesis akhirnya kusadari merupakan sebuah proses panjang tak hanya untuk sebuah gelar tetapi sebagai tahap untuk menjadi manusia yang lebih terbuka pemikirannya, lebih pandai menimbang perkara dan tidak merasa lebih dari pada orang lain.

Pendidikan yang kuperoleh telah menjadi sebuah kebanggaan tetapi jalan untuk mempertanggungjawabkan masih sangat panjang. Apalah arti sebuah gelar jika tak bermanfaat bagi orang lain. Kuharap diberi umur yang cukup oleh Sang Empunya Hidup untuk melakukannya. Sepanjang jalan itu pun aku akan selalu mengingat para guru kehidupanku.
Continue Reading...

Minggu, 14 Juni 2020

Reply 1988; Menghangatkan Hatimu Yang Dingin

"There's no need to force the harsh truth onto a small bit of happiness. Sometimes you need an illusion to be happy" - Sung Deok Sun

Drama Korea yang lagi rame diomongin. Beberapa temen gue di sosmed bahkan bilang baru nonton dan susah move on dari drama ini. Gue sendiri udah lupa kapan nonton Reply 1988 pertama kali. Yang gue inget drama ini direkomendasikan seorang teman yang gue tanyai tentang drama Korea yang wajib ditonton. Waktu itu menurut teman yang merekomendasikan, drama ini beda dari yang lain dan gak bakal nyesel nontonnya. 20 (dua puluh) episode dengan durasi tiap episodenya sekitar satu setengah jam gak berasa sama sekali. Gue pikir awalnya bakal bosen karena settingannya tahun 1988 karena kadang settingan jadul gak menarik sama sekali buat gue. Tapi semua anggapan itu buyar. Reply 1988 layak jadi salah satu drama korea terbaik sepanjang masa.


Bercerita tentang kehidupan 5 (lima) anak remaja yang bersahabat dari kecil dan keluarga mereka yang tinggal di sebuah komplek. Drama ini menggambarkan kehidupan mereka sehari-hari. Tentang hubungan persahabatan, antar anggota keluarga dan antar tetangga di masa teknologi belum maju dan semuanya masih serba manual. Gue kagum sama settingan tahun 1988-nya yang kental banget dan percaya gak percaya settingan itu bikin kita ngerasa pernah hidup di tahun itu juga. Dari fashion, teknologi, suasana, semuanya jadul banget tapi kita nyaman-nyaman aja liatnya. Sekali lagi gue angkat topi sama ketotalan orang Korea sono memproduksi drama tv. 

Yang menarik dari drama ini, walaupun ceritanya sederhana, cerita kehidupan sehari-hari, emosi kita bisa diaduk-aduk. Scene-scenenya banyak yang bikin ngakak karena emang sekonyol itu. Tapi gak sedikit juga adegan yang bikin hati serasa diremas-remas sampe meneteskan air mata. Lo gak bakal nemuin drama perebutan harta atau pemeran antagonis yang menyakiti pemeran protagonis. Cerita cintanya juga pas dan gak garing. Memang dibuat se-real mungkin khas percintaan anak remaja. Pertengkaran kakak dan adik, suami dan istri, antar sahabat juga dibuat wajar banget. Akting aktor-aktornya juga alami dengan masing-masing karakter yang unik. Pas nonton kita bakal ngerasa kalo yang ada di drama pernah kita alamin juga. Relatable at its best.

Habis nonton ini gue yakin banyak yang bakal kangen sama masa muda dengan teman sekomplek atau tetangga. Tetangga yang selalu ngebantu kalo lagi susah, yang bisa ditumpangin makan kapan pun, yang tau dan mengerti perkembangan kehidupan kita tanpa nge-judge. Masih ada gak ya tetangga kayak gitu jaman sekarang? Apa tetangga jaman sekarang malah sering julid? Ya, nasib. Habis nonton ini juga kita bisa lebih ngehargain orang tua, saudara dan orang-orang yang peduli dan sayang sama kita walaupun cara mereka nunjukin kepeduliannya beda-beda atau malah gak biasa.

Yang suka drama ringan dan gak belibet, Reply 1988 ini pas banget buat ditonton. Banyak pelajaran hidupnya dan bikin hati anget. Worth it juga buat ditonton ulang gak bakalan bikin bosen. Suer deh!
Continue Reading...

Selasa, 19 Mei 2020

The World of The Married; Bikin Takut Nikah (?)

"Marriage is like a walk in the park. Jurassic Park"-  Anonymous

Waktu pertama kali liat posternya gue yakin dramanya bakal keren dan beda. Posternya hot hot mengundang gimana gitulah. Bener aja. Dari penayangan episode pertama, drama ini langsung booming. Cerita tentang perselingkuhan masih menarik buat masyarakat. Di Indonesia sendiri, sinetron atau film televisi tentang perselingkuhan diminati banyak orang. Tentu saja mereka menanti pihak yang berselingkuh dapat karma dan pihak yang tersakiti memiliki kehidupan yang lebih baik kemudian bahagia selamanya. Tapi itu jalan cerita yang sudah bisa ditebak. Drama The World of The Married menyajikan cerita yang lebih kompleks. Dari awal episode drama ini udah ngegas dalam arti yang sebenar-benarnya. Gak kayak beberapa sinetron atau drama yang mengulur waktu untuk menunjukkan bukti-bukti perselingkuhan dan dengan siapa itu dilakukan, drama ini dari episode awal udah ngasih tau penonton. Kebayang kan tuh emosinya dari episode pertama. Penderita darah tinggi gak disarankan nonton drama ini takut tekanannya makin naik.


Drama ini bercerita tentang kehidupan pasangan Ji Sun Woo dan Lee Tae Oh serta anak remaja mereka Lee Joon Young. Ji Sun Woo adalah seorang dokter sedangkan suaminya Lee Tae Oh memimpin sebuah production house yang selalu tampak mesra. Scene-scene awal pun kita udah dikasih tontonan 18+ yang kalo ditayangin di tv Indonesia bakal di-blur atau langsung di-cut. Mapan dan bahagia, sebuah potret keluarga sempurna. Namun, kesempurnaan hanya milik Tuhan dan Andra & The Backbone. Tak ada keluarga yang sempurna. Dari sehelai rambut di syal yang diberikan suaminya, Ji Sun Woo merasakan ada yang tidak beres dan mulai menyelidiki. Kecurigaannya benar bahwa suaminya berselingkuh. Perih jendral! Selingkuhnya sama wanita yang lebih muda, lebih cantik dan tajir melintir. Double kill!

Satu hal penting yang menurut gue kenapa drama ini amat menarik adalah sikap Ji Sun Woo menghadapi kenyataan dan perihnya pengkhianatan. Gak kayak korban perselingkuhan di sinetron atau drama Azab yang bakal nangis terus menerus tanpa perlawanan, Ji Sun Woo berdiri tegak dan mencoba menyelesaikan masalah yang ada dengan cara yang elegan. Ji Sun Woo menunjukkan sekuat-kuatnya perempuan dan setegar-tegarnya seorang ibu untuk anaknya. Kalo ada pemilihan maskot strong woman versi drama Korea, udah jelas pilihannya siapa. Meskipun demikian, drama ini juga menunjukkan momen-momen hati sang korban remuk seremuk-remuknya. Sekuat-kuatnya manusia pastilah punya sisi lemah juga. Aren't we all?

Walaupun fokusnya ke keluarga Ji Sun Woo, kita juga disuguhi kehidupan keluarga lain yang tidak kalah kacaunya. Juga hubungan toxic antara sepasang pemuda pemudi yang berperan penting dalam jalan cerita ini. Selain itu, drama ini juga menunjukkan tekanan-tekanan dari luar yang dapat mempengaruhi mental anggota keluarga yang retak. Sungguh 16 episode yang menguras emosi. Gak jarang gue ngeluarin sumpah serapah selama nonton drama ini. Dari pantauan sosmed hampir semua penonton merasakan hal yang sama. Sampe-sampe intagram Han Soo Hee, pemeran Yeo Da Kyung, sang pelakor diserang netizen. Emosi sih emosi tapi gak sampe norak juga, hey! 

Yang gue liat, The World of The Married pengen nunjukin tentang realita pernikahan. Bahwa pernikahan bukan sebuah cerita di negeri dongeng yang semuanya indah. Pernikahan hanya sebuah fase kehidupan yang dipilih manusia untuk melanjutkan hidup yang diimpikan. Berawal dari cinta, kadang berakhir dengan pengkhianatan atau penderitaan. Ada yang bertahan dalam 'neraka', ada juga yang langsung ini melepaskan diri. Semuanya kembali ke pilihan lagi. Ini gue sotoy sih sebagai orang yang belum pernah menikah. Ya udahlah ya. Ini sepenglihatan dan sepemahaman gue doang. Gak cuma di drama tapi juga di dunia nyata, di sekeliling gue dan terjadi pada orang-orang dekat. Pernikahan adalah sebuah perjalanan penuh tantangan, rintangan, cobaan dan godaan. Hanya mereka yang terpilih yang bisa bertahan sampai maut memisahkan. Ini ke-sotoy-an gue lagi. Gak harus setuju loh ya.

Ngomongin pernikahan berdasarkan drama ini juga gak lepas dari sosok anak. Perjuangan Ji Sun Woo buat ngelindungin anaknya dari segala tekanan juga nguras emosi. Mana anaknya kadang nyebelin banget. Tapi kasian juga. Kita dikasih gambaran gimana mental anak broken home yang terus menerus ngeliat 'peperangan' kedua orang tuanya. Gue aja yang liat capek apalagi anaknya. Gue coba memaklumi kelakuan anaknya yang kadang pengen minta digetok kepalanya *elus dada*

Yang lebih menarik lagi selama nonton drama ini gue selalu terngiang-ngiang kata-kata nyokap gue bertahun-tahun yang lalu. Begini kata beliau, "walaupun kalian perempuan, nanti kalo udah dewasa harus punya pekerjaan dan uang sendiri. Gak terkecuali ketika udah nikah. Jangan bergantung penuh sama suami. Perempuan itu harus mandiri. Jaga-jaga nanti kalo ada kejadian yang gak diinginkan dan mengharuskan pisah sama suami, paling gak masih bisa berdiri di kaki sendiri". Kata-kata yang gak pernah gue lupain. Pas liat Ji Sun Woo, gue langsung mikir, nyokap gue emang bener. Gue curiga Ji Sun Woo pernah ngobrol sama nyokap gue *yakali*.

Habis nonton ini gue yakin sih ada orang yang bakal takut buat menikah. Takut akan kemungkinan-kemungkinan buruk yang mungkin terjadi di depan. Tapi kalo takut, apa artinya kita gak akan ngelakuin?, kata seorang senior panutan gue. Gue pribadi sih nganggap kalo pernikahan adalah suatu step yang penting dalam kehidupan karena banyak alasan. Namun yang paling penting, nikah kalo udah siap mental. Jangan nikah karena ngeliat orang lain udah nikah atau karena ngeliat postingan-postingan pake hashtag #relationshipgoals di media sosial. Yang lebih penting lagi, nikah kalo udah ada pasangannya. Gitu. mblo! *nunjuk muka sendiri*

Continue Reading...

Selasa, 05 Mei 2020

Didi Kempot; Patah Hati? Dijogeti Aeee

"Opo wae sing dadi masalahmu, kuwat ora kuwat kowe kudu kuwat. Tapi misale kowe uwis ora kuwat tenan, yo kudu kuwat" - Didi Kempot

Hari ini seorang musisi yang dicintai banyak orang berpulang. Dialah Dionisius Prasetyo atau yang akrab dikenal dengan Didi Kempot. Beliau meninggal dunia pada umur 53 tahun diduga karena serangan jantung. Didi Kempot terkenal sebagai penyanyi campursari (mostly berbahasa Jawa) yang bertemakan patah hati. Karena inilah beliau mendapatkan sebutan Lord Didi Kempot, The Godfather of Brokenheart. Penggemarnya pun menamakan diri mereka Sobat Ambyar dengan sebutan Sad Boys untuk pria dan Sad Girls untuk wanita. Sebuah sebutan yang cenderung menertawakan keadaan diri sendiri pasca putus cinta. Patah hati? Dijogeti aeee. Begitulah kira-kira prinsipnya.


Bertahun-tahun berkarya di dunia musik, Didi Kempot telah menciptakan ratusan lagu dan berkelana dari panggung ke panggung sampai ke Suriname. Dalam kurun waktu ini pula, beliau memiliki banyak pendengar setia. Bagi generasi 90-an yang sebagian besar tumbuh bersama lagu-lagu pop dan rock, campursari merupakan aliran yang tidak terlalu familiar. Permasalahannya bisa karena bahasa. Setidaknya bagi saya. Tapi bagi mereka yang senang mendengarkan musik, paling tidak pernah mendengarkan lagu 'Stasiun Balapan' yang dibawakan oleh Didi Kempot. Salah satu lagu beliau yang legendaris. 

Tahun 2019 adalah tahunnya Didi Kempot. 
Stasiun tv dan panggung-panggung pertunjukan musik berlomba-lomba menampilkan beliau. Pertunjukan yang tidak akan sepi pengunjung. Beliau tampil dengan setelan khas pria Jawa lengkap dengan blangkonnya. Didi Kempot menahbiskan diri menjadi sebuah fenomena dan seorang legenda. Bagaimana tidak, anak-anak muda dari berbagai kalangan tiba-tiba menggandrungi lagu-lagu Didi Kempot. Tidak hanya itu, mereka menghapalkan lagu dan berjoget dengan asik di setiap acara yang menampilkan sang Godfather. Tak sedikit pula yang meneteskan air mata selagi mengucapkan lirik-lirik yang jika diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia mengandung makna yang perih. Sakit tapi tidak berdarah. 

Di tahun yang sama, saya mengalami patah hati berat. 
Mendengarkan lagu adalah salah satu pelarian dan hiburan. Saya mendengarkan banyak lagu Didi Kempot walaupun tak paham arti lirik sepenuhnya. Tiga tahun hidup di Yogyakarta tak banyak membantu saya memahami bahasa Jawa. Yang saya tahu, lagu-lagu tersebut mewakilkan apa yang saya rasakan. Lagu-lagu tersebut memiliki daya magis yang membuat sedih tetapi juga bisa membuat saya tersenyum. Mendengar lagu-lagu ini membuat kita ingin berjoget dan seakan hendak memberi tahu bahwa patah hati tak harus sesedih itu. Patah hati bisa dihadapi dengan santai dan asik. Walaupun hati ambyar tapi masih bisa joget. Menangis pun silahkan saja. Sambil berjoget tentu saja.

Saya yakin Didi Kempot adalah orang baik dan sederhana. Penilaian yang saya simpulkan dari cara beliau bertutur dalam berbagai kesempatan. Seorang seniman yang selalu ingin membesarkan musik daerah dan melakukan banyak kegiatan amal. Bahkan beberapa waktu sebelum berpulang, beliau mengumpulkan donasi sebesar tujuh milyar rupiah untuk  membantu penanganan covid-19. 

Pakde Didi Kempot, terima kasih untuk lagu-lagunya yang ciamik. Terima kasih untuk lagu-lagunya yang menghibur. Terima kasih sudah menemani dan menghibur di kala putus cinta. Terima kasih karena pernah mengingatkan untuk selalu kuat, untuk boleh patah hati tapi tak boleh patah semangat. Semoga pakde beristirahat dengan tenang dan bisa bernyanyi sepuasnya di atas sana dengan Glenn Fredly yang telah mendahului sebulan lalu. Sepertinya surga sedang butuh hiburan. Mungkin penghuni-penghuninya sedang ingin berjoget.

Continue Reading...

Rabu, 15 April 2020

Belajar Ketabahan dari Liverpool

"Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan juni Liverpool
Dirahasiakannya rintik rindunya hasrat besarnya
Kepada pohon berbunga itu piala Liga Inggris itu" 
- Sapardi Djoko Damono (dengan sedikit editan)

Gue gak sempet ngitung udah berapa weekend yang terlewati tanpa pertandingan sepakbola di layar kaca. Federasi sepakbola seluruh dunia mengumumkan semua liga dan kompetisi ditunda karena terjadinya pandemi. Liga Inggris ditunda sampai 30 April 2020 tetapi bisa diperpanjang jika keadaan tak kunjung membaik. Padahal kalo diitung-itung tinggal beberapa pertandingan lagi liga berakhir dan sang juara bisa angkat piala. Di Liga Inggris sejak paruh musim pertama, Liverpool udah hampir tak terbendung. Juara di depan mata, sulit untuk dijegal. Man City dan Leicester yang diharapkan (fans Man United) bisa bersaing ternyata gak guna. Inilah kenapa lo gak boleh berharap sama tim lain. Tolong jangan diulangi. Memalukan! *ngomong sama kaca*. 

Next year will be our year, begitu kata fans Liverpool setiap akhir musim saat gagal meraih gelar juara liga. Kata-kata penguatan yang menjadi tumpuan harapan angka 18 akan berubah menjadi 19 setelah menunggu sekian lama. Tahun ini setelah penantian 30 tahun, kata-kata itu keliatannya bakal jadi kenyataan. Liverpool berkesempatan besar untuk mengakhiri musim ini tanpa terkalahkan sekalipun seperti yang dilakukan Arsenal pada musim 2003/2004, namun kadang kenyataan tak seindah angan. Tersebutlah sebuah klub bernama Watford yang entah habis berkonsultasi dari dukun mana mengubur impian Liverpool menjadi The Invincibles dengan tiga gol tanpa balas. Fans Arsenal hanya tersenyum simpul dan berkata "Unbeaten is not for everyone". Fans Man United seperti biasa, bagian mengolok-olok. 

Walaupun diolok, Liverpool masih berdiri tegak. Mereka tetap melaju meninggalkan pesaingnya di liga. Harapan untuk meraih treble juga masih terbuka lebar. Wah, mungkin ini bener-bener tahun kita, kata fans Liverpool dalam hati. Namun, Tuhan sayang pada Liverpool. Diberinya cobaan demi cobaan agar mereka tetap tawakal. Chelsea dengan begitu jahatnya melesakkan dua gol tanpa balas di kompetisi Piala FA. Benar-benar tak punya rasa kasihan. Atletico Madrid pun sama brengseknya. Setelah memberi angin segar dengan membuat Liverpool unggul lebih dulu dengan dua gol, tapi di babak perpanjangan waktu malah membalas tiga gol. Betapa tidak sopannya Atletico Madrid pada juara bertahan. Pupus sudah harapan untuk meraih treble. Piala FA kandas, Liga Champions hanyut. Fans Inter Milan, Barcelona, Bayern Munich dan tak ketinggalan Man United hanya tersenyum simpul dan berkata "Treble is not for everyone". Fans Man United yang tersisa seperti biasa, tak berhenti mengolok-olok. Emang dasar ya kalian. Tidak berpri-kesepakbolaan.

Tak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni Liverpool. Tak masalah tak meraih treble. Bisa next year lagi. Yang penting juara liga di depan mata. Udah kebayang piala akan dihiasi pita warna merah, diangkat penuh kebanggaan oleh sang kapten diiringi sorak sorai dan setelah itu diarak keliling Merseyside di atas bus dua tingkat. Tak sabar rasanya. Hingga akhirnya...

Gue gak tega ngelanjutin.

Yang bikin meme ini masuk surga neraka jalur undangan 

Saat tulisan ini dibuat, keadaan belum banyak berubah. Virus yang namanya bikin sakit kepala masih meraja lela. Namun, selalu ada hikmah di balik setiap kejadian. Himbauan #StayAtHome bikin gue banyak merenung, penderitaan gue gak ada apa-apanya dibanding Liverpool. Kesabaran mereka atas cobaan-cobaan yang sudah sangat teruji selama kurang lebih tiga dekade dan cobaan di masa pandemi ini salah satu yang terhebat. Bener kata-kata salah satu komika Indonesia "Selama Liverpool masih maen bola, kita gak boleh nyerah sama hidup kita". Dari Liverpool kita belajar ketabahan. Terima kasih Liverpool!
Continue Reading...

Kamis, 26 Maret 2020

Sambat di Tengah Pandemi Corona

"You know, sometimes shit happens and it really sucks" 

Hampir dua bulan terakhir semua media, semua kanal dan semua orang membicarakan tentang sebuah virus berbahaya yang ditemukan pertama kali di Wuhan, China. Virus itu dikenal dengan nama virus corona atau SARS-Cov-2 yang menyebabkan Covid-19. Konon virus ini adalah virus corona ke-7 yang menginfeksi manusia. Awal denger berita tentang penyebaran virus di China dan sekitarnya masih agak santai, tbh. Gak sampe ngebecandain tapi ya gitu masih tenang-tenang aja. Sampe pasukan virus ini nyebar ke seluruh dunia dan nyampe di Indonesia tanah air beta...

Grup whatsapp mulai rame dan gak henti-hentinya ngomongin corona sejak ada kabar kalo di Indonesia ada yang positif terinfeksi. Kasusnya terus bertambah. Pas gue nulis ini kasusnya udah 800an dan yang meninggal udah 78 orang. Sebagian besar pekerja diharuskan bekerja dari rumah, anak sekolah diliburkan, dan kampus gak ada aktifitas offline. Udah pasti sektor ekonomi terganggu. Dollar aja udah mau nembus 17 ribu rupiah padahal sebelum ada corona-coronaan ini stagnan di 14 ribu rupiah. Paling kasian sih pekerja yang gak ada pilihan untuk tinggal di rumah sama pekerja yang mengandalkan pemasukan dari penghasilan harian.  Pekerja di sektor jasa banyak yang job atau projectnya dibatalkan. Belum lagi kalo ngomongin dari sektor kesehatannya sendiri. Kelangkaan trus kenaikan harga masker dan hand sanitizer. Kekurangan fasilitas kesehatan kayak Alat Pelindung Diri (APD) buat tenaga-tenaga medis yang berhubungan langsung sama pasien terpapar. Nambah khawatir pas tau kakak yang seorang dokter jadi garda depan di perbatasan daerah gue buat periksa-periksain orang yang lewat. Kalo mau dijabarin satu-satu sih masih banyak. Dan itu terjadinya hanya dalam hitungan minggu. Damn!

Saat udah stay di rumah masalah lain bermunculan. Melawan kebosanan dan tangan yang gak lepas dari handphone buat update berita. Makin banyak konsumsi berita makin pusinglah kepala. Makin cemas dan gak tenang. Batuk atau pilek dikit udah langsung parno takut gejala covid-19. Gue sendiri udah 3 minggu stay di rumah. Keluar cuma untuk urusan yang sangat penting kayak beli bahan makanan. Stay di rumah juga mungkin ada enaknya kalo ada temennya, nah gue bener-bener sendiri karena kakak dan keponakan stay di luar kota selama pandemi ini. Tiap hari siklusnya bangun, masak, makan, nonton film, mandi, baca buku, nonton film lagi, tidur, repeat. Jiwa extrovertku meronta-ronta. Wisuda kelulusan yang rencananya dilaksanakan bulan april terpaksa dibatalkan pihak kampus. Jadi cuma bakal dikasih ijazah doang tanpa seremoni. Sebenernya gak apa-apa sih cuma ada aja yang kurang gitu. Ganjel kayak biji. Mau pulang kampung kumpul sama keluarga gak bisa juga karena takutnya jadi carrier virus tanpa disadari. Bener kata netizen selama stay di rumah 75 persen energi udah abis duluan buat jaga kewarasan. 

"2020 will be better"
"2020 will be amazing"

Itulah keyakinan kita di awal tahun ini. Tai pedut. Harapan tinggallah harapan. Sometimes shit happes and it sucks. Ya ini tahun paling buruk selama gue hidup. Masalahnya lo berperang sama hal-hal yang gak keliatan mata telanjang. Silent killer. Teroris tanpa senjata. Semuanya jadi kacau aja gitu. Apapun itu. Gak cuma fisik yang terancam, tapi psikis juga. Masalah patah hati mah gak ada apa-apanya.

Namun sebagai makhluk beriman, mari berdoa semoga kita masih dikasih kekuatan, kesehatan dan umur yang panjang oleh Yang Maha Kuasa hingga nanti pandemi ini hilang dari muka bumi. Sekarang pengen aja gitu ngemaki-maki "FCUK YOU CORONA! BANGSAT LO! MATI AJA LO ANJING"
Continue Reading...

Selasa, 25 Februari 2020

Crash Landing On You; Bikin Banyak Kepengen

"Sometimes the wrong train takes you to the right direction. It was like that for me, too" - Yoon Se Ri

Saat tulisan ini dibuat, penulis mengalami hari yang sangat gloomy. Mungkin karena pengaruh hujan dan lagu-lagu sendu dari pemutar musik. Gloomy ini juga diduga adalah efek lanjutan dari selesainya drama Crash Landing On You. Yang baca blog gue (kalo ada) pasti tau gue gak akan nulis review (?) kalo drama atau filmnya gak berkesan buat gue. Gue emang anaknya gitu. Ape lu? *galak*

Yang pake seragam godaan iman banget deh
Trus kenapa CLOY ini berkesan saudara-saudara? Apakah karena pesona Hyun Bin saat pamer dadanya yang bidang dan punggungnya yang lebar? Aku tidak sedangkal itu, ferguso. Kamu pikir aku cewek apaan? Tergoda pada hal seperti itu? Tentu saja... benar... Gue lemah sama aktor-aktor (cakep) Korea pake seragam tentara. Pas aja gitu. Tapi apakah itu satu-satunya alasan. Tentu saja tidak, marimar.

Ada yang nanya CLOY ini sama gak sih ama Descendants of The Sun yang fenomenal. Kalo menurut gue CLOY lebih bagus. Bukan berarti DoTS jelek ya. Gue juga suka kok. Tapi CLOY ini ngebawa cerita yang beda tentang dunia militer. Di sini Hyun Bin jadi tentara Korea Utara cuy!  Jarang-jarang kan lead actor di drakor jadi tentara Korut. Son Ye Jin yang jadi lawan mainnya diceritain seorang anak konglomerat yang lagi paralayang dan masuk ke perbatasan Korut karena angin tornado. Pertemuan tentara Korut dan warga Korsel di perbatasan jadi awal semua cerita yang rasanya kayak nano-nano. Lo bisa dibikin nangis, senyum-senyum, ketawa ngakak, deg-degan, bingung dalam satu waktu. Gue jamin, drakor ini gak akan ngebosenin.

Suapin aku, bang
Terlepas dari ceritanya yang tergolong fiksi, gue paling kagum sama penggambaran suasana di Korea Utara. Meskipun tempat syuting setting Korea Utaranya katanya di Korea Selatan dan Mongolia, lo bener-bener kayak diseret ke tempat asing yang gak pernah lo liat di drakor yang lain sebelumnya dan lo yakini kalo itu di Korut. Hebat kan? Gak cuma setting tempat, aktor-aktornya baik yang utama maupun pendukung total banget ngomong pake aksen Korea Utara. Ada beberapa cameo yang bikin senyum-senyum sendiri. Unik dan lucu banget. Pas nonton ada beberapa part yang gue ulang-ulang. Emang sekoplak itu. Cuma adegan sedihnya juga banyak, bikin baper. Bucin lintas negara dan lintas ideologi yang melibatkan keamanan nasional. Dahsyat.

Selain munculnya naluri ingin tahu lebih jauh dengan hubungan Korsel dan Korut, muncul juga keinginan lain yang agak mustahil. Pengen jadi anak angkatnya Hari Tanoe! Biar gak usah mikir panjang buat ke Swiss, tinggal berangkat gak perlu khawatir besok mau makan apa. Drama ini apik banget ngambil keindahan landscape Swiss. Pegunungan, danau, rumah-rumah unik semuanya bagus banget. Naluri berpetualang jadi membara lagi pengen ngunjungin tempat-tempat semacam itu. Sayang, isi rekening berkata lain.

Pengen nyebuurrrr
Pengen liburan ya allah

Yang terakhir dan yang terutama pastinya pesona Hyun Bin. Perasaan doi gak setinggi dan secakep ini pas di Memories of Alhambra deh. Atau apa gue yang gak nyadar? Whatever. Yang jelas Hyun Bin di drama ini kayak dewa. Kalo kata Damian, sempurnaaaaa. Apalagi bagian dia pake seragam tentara. Why oh whyyyy. Why is he so damn hot in that uniform?! Aksen Korea Utaranya juga bikin gemes, pengen gigit. Tatapannya gue rasa bisa bikin kecoa kebalik sendiri. Aktingnya gak usah dikomenin lagilah ya. Senior mah susah dilawan. Pas juga dapet lawan maen yang gak kaleng-kaleng. Di salah satu komenan video youtube bilang gini "chemistry mereka berdua bisa ngidupin listrik buat seluruh wilayah Korea Utara". Ya saking bagusnya. Finally ya, kita bisa move on dari Song-Song couple di DoTS.

Mbak, gantian napa
Continue Reading...

About

Blogroll

About