Rabu, 07 November 2012

Selalu dalam Ingatan, Selalu dalam Kenangan

Share it Please
Sekitar bulan Agustus tahun 2007 lalu, tepat setengah abad umur kampus yang saya masuki, saya menginjakkan kaki di kampus yang terletak di pelataran sebuah jalan yang terkenal di Kota Bandung. Tidak menyangka saya akan menimba ilmu di tempat itu. Berbeda pulau dengan tempat tinggal saya dengan kebudayaan yang sangat jauh berbeda. Saya juga sama sekali tidak menyangka ternyata fakultas yang saya masuki terletak di sebuah kota kecil bernama Jatinangor, kota yang saya ketahui tempat Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) berada. Ilmu Pemerintahan, jurusan yang saya cantumkan sebagai pilihan ketiga dalam lembar pendaftaran SPMB (Seleksi Pemerimaan Mahasiswa Baru) saya kala itu. Dan siapa sangka, saya lulus dan tidak jadi masuk ke ITB, kampus yang saya impi-impikan dari dulu. Saya tidak pernah membayangkan seperti apa jurusan tersebut karena boleh dikatakan jurusan tersebut tidak cukup populer. Saat itu saya hanya mengatakan bahwa jurusan dan kampus manapun yang saya masuki akan menjadi jalan hidup saya dan akan menjadi takdir saya. Saya akan menjalaninya semampu saya. Semuanya dimulai dari pendaftaran di universitas kemudian fakultas dan jurusan. Perjalanan sebenarnya dimulai ketika saya berinteraksi dengan orang-orang baru yang sangat asing di mata saya ketika diadakannya ospek fakultas dan dilanjutkan dengan ospek jurusan. Ospek yang tidak terlalu buruk dan memberikan banyak kenangan untuk saya. Saya merasakan tidak ada yang buruk dari sebuah ospek. Hampir semuanya menyenangkan walaupun terkadang melelahkan. Berbicara tentang orang-orang baru, saya dari awal menjalin persahabatan dengan beberapa teman yang “sama”. Sama dalam hal ini adalah persamaan agama dan persamaan latar belakang. Mencari teman yang sedaerah sangat sulit untuk saya karena notabene saya adalah satu-satunya orang dari Sulawesi yang berada di Ilmu Pemerintahan angkatan 2007. Karena kampus yang saya masuki adalah kampus yang masih kental dengan budaya setempat maka kelas saya hampir setengahnya adalah orang asli Jawa Barat. Mereka orang-orang bersuku Sunda. 

Sudah menjadi suatu hal yang lumrah jika harus ada penyesuaian diri setiap memasuki sebuah lingkungan baru. Penyesuaian diri itu penting jika ingin bertahan hidup. Bahkan binatang pun mempunyai insting untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal itu bisa memakan waktu yang lama dan tidak menutup kemungkinan juga membutuhkan waktu yang tidak lama. Pola pikir yang berbeda, cara berbicara, bahasa, kebiasaan yang berbeda membuat saya sulit bergabung dengan kaum mayoritas ini. Saya menikmati bergaul dengan teman-teman baru saya yang saya anggap sama dengan saya. Kami menjadi kaum minoritas saat itu. Sempat tidak suka dengan gaya orang-orang yang mengganggap dirinya sebagai “tuan rumah” sehingga “tamu” dipandang enteng. Di situ ada perselisihan, ada pertentangan, ada perbedaan pendapat. Kami melawan. Tapi, hal itu tidak berlangsung lama. Sebuah hal yang bernama ospek membuat kami saling mengenal. Kuliah dalam kelas yang sama selama 3 tahun lebih dengan berbagai kegiatan dan berbagai dinamika membuat kami semakin dekat dan semakin memahami satu sama lain. Lama kelamaan istilah mayoritas dan minoritas hilang dalam kehidupan kampus kami. Walaupun berbeda tongkrongan dan gaya bermain serta terbagi dalam kelompok-kelompok besar, kami selalu kompak dalam beberapa hal. Ada perbedaan sudah pasti dan suatu hal yang tidak dapat diubah. Kami maklum dan menerima. Hampir semua keputusan yang menyangkut angkatan, sedapat mungkin kami bicarakan dalam bentuk musyawarah meskipun itu dilakukan di sudut kantin di sebuah sofa yang kami kuasai selama kami berada di kampus. Angkatan kontroversial menjadi salah satu sebutan bagi angkatan kami yang terkenal dengan tindakan-tindakan yang kadang-kadang tidak masuk akal mahasiswa dan angkatan lainnya. Angkatan bandel dan berani juga menjadi sebutan kami karena kami berperan penting dalam beberapa kerusuhan diajang kompetisi antar angkatan maupun antar jurusan. Bukan ingin eksis atau disebut jagoan tetapi satu yang tertanam dalam benak kami bahwa jurusan kami adalah rumah dan keluarga yang akan selalu kami bela dalam keadaan apapun. Hal inilah yang membedakan kami dengan beberapa angkatan yang sudah terkontaminasi dengan politik praktis dan hanya mementingkan kepentingan golongan walaupun tidak semuanya. Kami netral dan hanya punya satu kepentingan yaitu kepentingan jurusan.Sederhana? Memang kami berpikiran sederhana tetapi terkadang tidak ingin ikut arus. 

Tidak terasa, kami satu persatu sudah meninggalkan kampus dengan gelar di belakang nama. Waktu dimana berkumpul dalam jumlah yang banyak adalah sebuah momen langka. Sebuah proses yang mau tidak mau harus kami lewati. Kami tidak selamanya menjadi mahasiswa dan kami harus menginjakkan kaki ke dalam sebuah kehidupan baru. Sudah hampir 5 tahun semenjak kami pertama kali menginjakkan kaki ke kampus yang kami cintai itu. Sudah hampir 5 tahun ketika kami pertama kali dikumpulkan di dalam sebuah ruangan di mana kami saling berkenalan, bersalaman dan dinobatkan sebagai bagian keluarga besar Ilmu Pemerintahan. Tetes air mata terkadang tak bisa dibendung jika mengingat perjalanan kehidupan kami. Rasa haru selalu berkecamuk ketika memandangi satu-satu wajah saudara seperjuangan. Wajah-wajah yang dulunya asing dan sekarang menjadi lebih dari teman. Kami mungkin meninggalkan kampus. Atau kami akan terlihat aneh jika masih berkeliaran di kampus. Tetapi kami tidak pernah habis. Kami masih ada! Kami akan selalu ada saat keluarga kami membutuhkan. Tidak ada satu halpun yang dapat memutuskan tali persaudaraan yang kami rangkai selama ini. Mengutip salah satu sahabat sekaligus ketua angkatan kami, Teguh, “Kita adalah saudara dan akan selamanya menjadi saudara. Kalian membuat kehidupan mahasiswa menjadi lengkap dan tanpa penyesalan”. Terima kasih untuk setiap bilur tawa. Terima kasih untuk setiap rangkaian kata-kata penyemangat. Terima kasih untuk setiap tepukan di pundak. Terima kasih untuk setiap derai air mata. Terima kasih untuk setiap obrolan. Terima kasih untuk setiap teguran. Terima kasih untuk setiap pelukan. Terima kasih untuk setiap kebersamaan. Terima kasih untuk setiap untaian doa. Terima kasih untuk semua hal selama kita bersama di kampus itu, saudaraku. Kita mungkin akan berpisah ke tempat-tempat yang belum pernah kita bayangkan tetapi segala hal yang telah kita lewati bersama akan membawa kita kembali dan berkumpul lagi untuk membicarakan hal-hal menyenangkan. Kita mungkin akan meninggalkan kampus tetapi kita beranjak dari kampus itu dengan kepala tegak dan kita akan selalu ada. Kita akan terjalin dalam sebuah ikatan selama nafas masih berhembus, jantung masih berdetak dan darah masih mengalir.


Bandung, 7 April 2012
Sebuah tulisan yang kupersembahkan untuk saudara-saudaraku Ilmu Pemerintahan 2007 FISIP UNPAD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Blogroll

About