Sekitar bulan Agustus tahun 2007 lalu,
tepat setengah abad umur kampus yang saya masuki, saya menginjakkan kaki di
kampus yang terletak di pelataran sebuah jalan yang terkenal di Kota Bandung.
Tidak menyangka saya akan menimba ilmu di tempat itu. Berbeda pulau dengan
tempat tinggal saya dengan kebudayaan yang sangat jauh berbeda. Saya juga sama
sekali tidak menyangka ternyata fakultas yang saya masuki terletak di sebuah
kota kecil bernama Jatinangor, kota yang saya ketahui tempat Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) berada. Ilmu Pemerintahan, jurusan yang saya
cantumkan sebagai pilihan ketiga dalam lembar pendaftaran SPMB (Seleksi
Pemerimaan Mahasiswa Baru) saya kala itu. Dan siapa sangka, saya lulus dan
tidak jadi masuk ke ITB, kampus yang saya impi-impikan dari dulu. Saya tidak
pernah membayangkan seperti apa jurusan tersebut karena boleh dikatakan jurusan
tersebut tidak cukup populer. Saat itu saya hanya mengatakan bahwa jurusan dan
kampus manapun yang saya masuki akan menjadi jalan hidup saya dan akan menjadi
takdir saya. Saya akan menjalaninya semampu saya. Semuanya dimulai dari pendaftaran
di universitas kemudian fakultas dan jurusan. Perjalanan sebenarnya dimulai
ketika saya berinteraksi dengan orang-orang baru yang sangat asing di mata saya
ketika diadakannya ospek fakultas dan dilanjutkan dengan ospek jurusan. Ospek
yang tidak terlalu buruk dan memberikan banyak kenangan untuk saya. Saya
merasakan tidak ada yang buruk dari sebuah ospek. Hampir semuanya menyenangkan
walaupun terkadang melelahkan. Berbicara tentang orang-orang baru, saya dari
awal menjalin persahabatan dengan beberapa teman yang “sama”. Sama dalam hal
ini adalah persamaan agama dan persamaan latar belakang. Mencari teman yang
sedaerah sangat sulit untuk saya karena notabene saya adalah satu-satunya orang
dari Sulawesi yang berada di Ilmu Pemerintahan angkatan 2007. Karena kampus
yang saya masuki adalah kampus yang masih kental dengan budaya setempat maka
kelas saya hampir setengahnya adalah orang asli Jawa Barat. Mereka orang-orang
bersuku Sunda.
Sudah menjadi suatu hal yang lumrah
jika harus ada penyesuaian diri setiap memasuki sebuah lingkungan baru.
Penyesuaian diri itu penting jika ingin bertahan hidup. Bahkan binatang pun
mempunyai insting untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Hal itu bisa
memakan waktu yang lama dan tidak menutup kemungkinan juga membutuhkan waktu
yang tidak lama. Pola pikir yang berbeda, cara berbicara, bahasa, kebiasaan
yang berbeda membuat saya sulit bergabung dengan kaum mayoritas ini. Saya
menikmati bergaul dengan teman-teman baru saya yang saya anggap sama dengan
saya. Kami menjadi kaum minoritas saat itu. Sempat tidak suka dengan gaya
orang-orang yang mengganggap dirinya sebagai “tuan rumah” sehingga “tamu”
dipandang enteng. Di situ ada perselisihan, ada pertentangan, ada perbedaan
pendapat. Kami melawan. Tapi, hal itu tidak berlangsung lama. Sebuah hal yang
bernama ospek membuat kami saling mengenal. Kuliah dalam kelas yang sama selama
3 tahun lebih dengan berbagai kegiatan dan berbagai dinamika membuat kami
semakin dekat dan semakin memahami satu sama lain. Lama kelamaan istilah mayoritas
dan minoritas hilang dalam kehidupan kampus kami. Walaupun berbeda tongkrongan
dan gaya bermain serta terbagi dalam kelompok-kelompok besar, kami selalu
kompak dalam beberapa hal. Ada perbedaan sudah pasti dan suatu hal yang tidak
dapat diubah. Kami maklum dan menerima. Hampir semua keputusan yang menyangkut
angkatan, sedapat mungkin kami bicarakan dalam bentuk musyawarah meskipun itu
dilakukan di sudut kantin di sebuah sofa yang kami kuasai selama kami berada di
kampus. Angkatan kontroversial menjadi salah satu sebutan bagi angkatan kami
yang terkenal dengan tindakan-tindakan yang kadang-kadang tidak masuk akal
mahasiswa dan angkatan lainnya. Angkatan bandel dan berani juga menjadi sebutan
kami karena kami berperan penting dalam beberapa kerusuhan diajang kompetisi
antar angkatan maupun antar jurusan. Bukan ingin eksis atau disebut jagoan
tetapi satu yang tertanam dalam benak kami bahwa jurusan kami adalah rumah dan
keluarga yang akan selalu kami bela dalam keadaan apapun. Hal inilah yang
membedakan kami dengan beberapa angkatan yang sudah terkontaminasi dengan
politik praktis dan hanya mementingkan kepentingan golongan walaupun tidak
semuanya. Kami netral dan hanya punya satu kepentingan yaitu kepentingan
jurusan.Sederhana? Memang kami berpikiran sederhana tetapi terkadang tidak
ingin ikut arus.
Tidak terasa, kami satu persatu sudah
meninggalkan kampus dengan gelar di belakang nama. Waktu dimana berkumpul dalam
jumlah yang banyak adalah sebuah momen langka. Sebuah proses yang mau tidak mau
harus kami lewati. Kami tidak selamanya menjadi mahasiswa dan kami harus
menginjakkan kaki ke dalam sebuah kehidupan baru. Sudah hampir 5 tahun semenjak
kami pertama kali menginjakkan kaki ke kampus yang kami cintai itu. Sudah
hampir 5 tahun ketika kami pertama kali dikumpulkan di dalam sebuah ruangan di
mana kami saling berkenalan, bersalaman dan dinobatkan sebagai bagian keluarga
besar Ilmu Pemerintahan. Tetes air mata terkadang tak bisa dibendung jika
mengingat perjalanan kehidupan kami. Rasa haru selalu berkecamuk ketika
memandangi satu-satu wajah saudara seperjuangan. Wajah-wajah yang dulunya asing
dan sekarang menjadi lebih dari teman. Kami mungkin meninggalkan kampus. Atau
kami akan terlihat aneh jika masih berkeliaran di kampus. Tetapi kami tidak
pernah habis. Kami masih ada! Kami akan selalu ada saat keluarga kami
membutuhkan. Tidak ada satu halpun yang dapat memutuskan tali persaudaraan yang
kami rangkai selama ini. Mengutip salah satu sahabat sekaligus ketua angkatan
kami, Teguh, “Kita adalah saudara dan akan selamanya menjadi saudara. Kalian
membuat kehidupan mahasiswa menjadi lengkap dan tanpa penyesalan”. Terima kasih
untuk setiap bilur tawa. Terima kasih untuk setiap rangkaian kata-kata
penyemangat. Terima kasih untuk setiap tepukan di pundak. Terima kasih untuk
setiap derai air mata. Terima kasih untuk setiap obrolan. Terima kasih untuk
setiap teguran. Terima kasih untuk setiap pelukan. Terima kasih untuk setiap
kebersamaan. Terima kasih untuk setiap untaian doa. Terima kasih untuk semua
hal selama kita bersama di kampus itu, saudaraku. Kita mungkin akan berpisah ke
tempat-tempat yang belum pernah kita bayangkan tetapi segala hal yang telah
kita lewati bersama akan membawa kita kembali dan berkumpul lagi untuk
membicarakan hal-hal menyenangkan. Kita mungkin akan meninggalkan kampus tetapi
kita beranjak dari kampus itu dengan kepala tegak dan kita akan selalu ada.
Kita akan terjalin dalam sebuah ikatan selama nafas masih berhembus, jantung
masih berdetak dan darah masih mengalir.
Bandung, 7 April 2012
Sebuah tulisan yang kupersembahkan
untuk saudara-saudaraku Ilmu Pemerintahan 2007 FISIP UNPAD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar