Kamis, 27 Oktober 2011

Aku Menulisnya Untukmu

Siang ditelan malam, malam ditelan siang. Manusia tetaplah manusia yang terkadang menentang arus kemudian dipermainkan nasib. Begitu juga aku tetaplah aku yang dipermainkan kata-kata dan suasana dalam malam ini tetap bersimbah rindu.

Rindu ini tak berujung, juga tak tau dari mana awalnya. Tanyakan pada urat nadiku. Dialah yang mengantarkannya dari potongan hatiku menuju sisi otakku. Jika rindu adalah permainan nasib, aku tak ingin bersahabat dengan nasib. Dia tak lebih dari seorang pembunuh berdarah dingin yang mengoyak-ngoyak relung jiwaku tanpa belas kasihan dan tanpa sepengetahuanku. Akhirnya aku hanya melihat kepedihan dan kelelahan. Kepedihan karena rindu yang tak berbalas dan kelelahan karena rindu yang tak ada habisnya menggelayuti pikiran dan perasaanku.

Continue Reading...

Rabu, 26 Oktober 2011

231011, 22 - Tak Hanya Sebuah Angka

Happy birthday to you,
happy birthday to you,
happy birthday
happy birthday
happy birthday to you

Happy birthday Rara, wish you all the best, God bless you always.

23 Oktober 2011, nyanyian dan ucapan berdatangan kepadaku. Doa dan harapan agar aku mendapatkan yang terbaik dalam hidup juga satu persatu tertulis melalui blackberry messenger, sms, twitter, dan facebook.

23 Oktober 2011, genap sudah aku berumur 22 tahun. Umur yang sudah cukup dewasa untuk ukuran seorang manusia. Umur yang sudah cukup tua untuk seorang mahasiswa strata 1. Tapi apalah arti sebuah umur jika kedewasaan dinilai dari tingkah laku dan kebijaksanaan dalam mengambil sebuah keputusan.

23 Oktober 2011, aku telah bernafas panjang dan telah melalui banyak hal. Aku tertawa, aku menangis, aku bahagia, aku bersedih, aku berteriak dan aku terdiam. 22 tahun umur yang cukup untuk belajar apa arti hidup dan tahu apa yang harus aku lakukan untuk mendapatkan kebahagiaan.

23 Oktober 2011, tak pernah terhenti rasa terima kasihku untuk ayah dan ibu yang masih sehat dalam umur mereka yang tidak muda lagi dengan segala kasih sayang yang tak terduga. Untuk saudara-saudara yang masih ada di sampingku dengan setia untuk mendukungku dalam setiap langkahku. Untuk sahabat-sahabat di sekelilingku yang selalu bisa membuat aku menemukan arti kebersamaan dan indahnya tertawa. Untuk setiap orang yang mengenalku dan memberikan senyuman terbaik kepadaku bahkan pada saat mereka tidak ingin tersenyum. Untuk mereka yang membenciku karena dengan adanya mereka aku bisa menyadari kesalahanku dan menjadikanku manusia yang lebih baik.

23 Oktober 2011, tak pernah terputus doa agar semua orang yang aku sayangi mendapat kebahagiaan di jalan yang mereka pilih. Doa agar semua orang yang belum beruntung dapat merasakan kebahagiaan yang aku rasakan. Doa agar aku menjadi seorang tidak sempurna tetapi dapat memberikan yang terbaik dari apa yang aku punya. Doa agar aku menjadi seorang yang tidak mengecewakan orang lain dan dapat memberi kebahagiaan kepada orang lain.

23 Oktober 2011, Terima kasih Tuhanku untuk semua hal yang terjadi, semua hal yang Engkau berikan dan semua hal yang Engkau ambil. Semuanya baik dan semuanya luar biasa.

Continue Reading...

Selasa, 18 Oktober 2011

Penundaan dan Keegoisan

"Kapan kamu lulus"? "Kapan kamu wisuda?" Oh My God, pertanyaan-pertanyaan itu asli bikin galau! Tapi wajar sih, soalnya saya bukan lagi mahasiswa baru atau mahasiswa semester 3 atau 4. Saya mahasiswa semester 9! Inget, SEMBILAN! Kalau dihitung-hitung, saya sudah memasuki tahun kelima di kampus ini (baca : Unpad). Dibilang angkatan tua, sudah biasa. Ditanyain kapan lulus, udah sering banget. Ditanyain skripsi udah sampai mana, sudah bosan.

Semuanya berawal dari dulu, ketika saya berjanji dalam hati dan berjanji kepada beberapa teman bahwa saya akan lulus 4 tahun dengan predikat cumlaude. Hari berlalu seperti biasanya, kuliah, ujian, semester pendek, dan begitu seterusnya sampai sampailah saya pada semester 8 di mana saya memulai bimbingan skripsi untuk pertama kalinya. Mengecek transkrip nilai, ah IPK saya tidak sampai 3,5 hanya berkutat di 3,00 - 3,45. Predikat cumlaude, bablas. Memulai seminar pada bulan April yang lalu, beradasarkan perhitungan saya bisa lulus 4 tahun. Saya bisa lulus bulan Agutus. Tapi skripsi atau status mahasiswa bukan matematika. Bulan berikutnya, saat saya menelpon ibu untuk mengirimkan uang tiket ke Makassar, saya bilang saya mau pulang awal bulan Mei. Ternyata, rencananya saya tunda karena saya tergiur untuk ikut kompetisi futsal antar jurusan. Waktu itu saya berpikir bahwa ini tahun terakhir saya. Saya harus memberi sesuatu kepada jurusan saya dan melampiaskan kecintaan saya terhadap futsal. Pada bulan Juni, barulah saya pulang untuk melakukan penelitian. Masih terpatri dalam hati bahwa saya akan lulus bulan Agustus. Kenyataannya lagi, tanggal wisuda bulan Agustus dimajukan karena bulan puasa. Saya realistis. Gak mungkin kekejar bulan Agustus dengan terpotongnya hari kuliah karena libur Lebaran. Maka, saat ditanyai kapan lulus, saya dengan penuh keyakinan menjawab bulan NOVEMBER. Bulan november, mama dan keluarga bisa datang ke Bandung buat wisuda saya.

Kamis, tanggal 25 Oktober 2011 adalah hari terakhir pendaftaran wisuda gelombang 1 bagi para sarjana-sarjana baru kampus saya. Dan saya hampir mustahil untuk mendaftar wisuda gelombang itu. Menuju sidang, ternyata tidak segampang yang saya bayangkan. Dengan banyaknya revisi saat seminar draft dan banyaknya kegiatan organisasi yang saya ikuti, tidak mudah untuk mendaftar sidang. Pupuslah harapan untuk wisuda bulan November dan begitu berat hati saat saya menyampaikan kepada ibu ayah dan kakak saya bahwa mereka tidak bisa datang bulan November ke Bandung untuk merayakan kelulusan saya. Sedih sudah pasti, merasa bersalah apalagi. Beruntunglah saya mempunyai keluarga yang begitu perhatian dan pengertian. Mereka tidak mempermasalahkan kapan saya akan wisuda dan menganggap itu sudah rencana Tuhan. Tapi saya yakin seyakin-yakinnya dalam salah satu ruang hati mereka, ada kekecewaan karena saya mengingkari janji dan tidak membuktikan kata-kata saya.

Saya sering bingung dengan diri saya sendiri. Sebenarnya, apa yang saya cari? Sebelum menginjakkan kaki di tanah pasundan ini, saya bertekad dalam hati bahwa saya akan menjadi orang yang berhasil dan membanggakan bagi kedua orang tua saya. Saya akan menjaga martabat keluarga dan membahagiakan orang-orang yang menyayangi saya. Saya tidak lulus dalam waktu yang cepat, salah satunya karena kegiatan yang membludak. Sebut saja kegiatan pecinta alam, futsal, dan yang terbaru adalah komunitas fans klub bola kecintaan saya. Mereka bukan kambing hitam. Mungkin benar, mereka menyita waktu saya tapi sayalah yang memilih dan memutuskan untuk menjalani semuanya. Saya tidak mau menjadi manusia yang biasa-biasa saja. Saya ingin menjadi berguna paling tidak untuk diri saya sendiri. Saya masih ingin mengunjungi tempat-tempat indah dan jauh dari penat. Saya masih ingin berpertualang dengan status mahasiswa karena menurut pendapat banyak orang, dunia kerja adalah "neraka" bagi orang-orang bebas seperti saya. Tapi beda cerita kalau saya mendapatkan pekerjaan sesuai dengan hobi saya.

November, sidang sarjana kemudian berangkat ke Laos bersama organisasi pecinta alam saya. Desember, perjalanan ke Lombok dan mendaki gunung Rinjani. Januari ke Karimun Jawa dan Jambi. Februari, wisuda. Rencana yang tersusun dalam otak saya. Rencana yang sangat sempurna sebelum saya memasuki dunia kerja. Janji yang dulunya saya ucapkan untuk wisuda pada bulan Agustus, saya ingkari karena keinginan hati yang menggebu-gebu. Ucapan yang tidak saya buktikan mungkin karena keegoisan. Ayah, ibu, maafkan anakmu yang tidak menepati janji ini. Anakmu hanya ingin menjadi orang yang tidak sama dengan orang lain. Maafkan untuk ego yang terlalu tinggi ini.

"What is the point of being alive if you don't at least try to do something remarkable?" -John Green-
Continue Reading...

Rasa Baru

Cinta, hal paling rumit di dunia. Lebih rumit dari rumus fisika atau matematika manapun. Karena cinta melibatkan perasaan. Perasaan yang timbul begitu saja tanpa adanya komando. Cinta yang pada saat bersamaan bisa membuat orang bahagia dan menderita.

Berbicara tentang cinta dan dirimu, masih teringat jelas dalam ingatan sosok seorang mantan kekasih yang sudah berada di nirwana. Sosok yang penuh dengan kenangan dan meninggalkan bekas yang mendalam dalam salah satu potongan hatiku. Bagiku dan dalam keyakinanku, dia adalah cinta pertamaku. Orang yang bisa membuat aku bisa merasakan indah dan nikmatnya mencintai dan dicintai.

Telah berlalu 2 bulan semenjak aku melihat jasadnya terbaring kaku dalam peti jenazah dan mengantarkannya ke tempat peristirahatan terakhir. Telah berlalu 1 tahun 5 bulan semenjak terakhir aku bertatap muka dengannya sangat dekat dan dia menghapus air mataku yang jatuh begitu saja karena sebuah kata perpisahan. Telah berlalu 2 tahun 11 bulan semenjak aku dan dia mengikrarkan janji menjadi sepasang kekasih. Telah berlalu 3 tahun 7 bulan semenjak aku pertama kali melihat sosoknya yang gagah, kokoh dan penuh misteri.

Aku lelah menghitung waktu. Aku lelah memutar memori lama. Bukan karena aku ingin melupakannya. Tetapi melakukan hal itu membuat aku jatuh sejatuh-jatuhnya dalam kesedihan dan merubah pikiranku untuk mengikhlaskannya. Ya Tuhan, begitu indahnya cinta pertama dan begitu menyakitkannya cinta pertama.

Dalam penantian dan dalam perjalanan melanjutkan hidupku, aku bertemu dengan banyak kaum adam. Tetapi tidak kan pernah ada yang seperti dia. Seperti lagu Band Naif "Karena Kamu Cuma Satu". Itu sebuah kenyataan dan aku tidak boleh terkurung dalam bayangan masa lalu. Aku punya hak dan aku harus menemukan orang lain yang sebaik atau lebih baik dari dia. Rasa baru, itu yang mungkin sedang aku cari. Pencarian yang tidak tahu kapan akan berakhir. Terus terang saja, aku ingin segera mencicipinya.
Continue Reading...

About

Blogroll

About