"Especially on unexpected journeys, you have time; you can figure certain deeper things out, like who you are and what you want" - Imtiaz Ali -
Pesawat yang berguncang serta
hujan yang disertai angin menemani saya dalam pendaratan pertama di Tanah Timor
dua tahun silam. Banyak pertanyaan terlintas dalam pikiran saya kala itu. Namun
pertanyaan – pertanyaan tersebut tidak mengurangi gairah saya yang selalu
muncul jika mendatangi tempat baru. Kedatangan saya ke Kupang, ibukota Nusa
Tenggara Timur ini didasarkan pada urusan pekerjaan. Saya bekerja pada sebuah Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) yang sedang memulai kerja sama dengan Pemerintah Kota
Kupang. Untuk kerja sama itu, saya diharuskan untuk tinggal dalam waktu lama di
Kupang. Februari 2013, saya memulai kehidupan baru saya di tempat yang sangat
jauh dari rumah dan jauh dari teman – teman saya.
Saya mempunyai seorang teman di
sebuah komunitas fans klub Manchester United yang juga ditugaskan di Kupang. Kami mempunyai
nasib yang hampir sama. Jauh dari rumah dan teman. Kami kemudian bersepakat
untuk membuat komunitas sepakbola. Singkat cerita, komunitas ini kemudian
terbentuk dengan anggota yang bertambah setiap bulannya. Kami melakukan
kegiatan seperti nonton bareng, futsal, kopi darat dan lain – lain. Anggota
yang bergabung mulai dari anak sekolah, mahasiswa bahkan orang yang sudah
berkeluarga. Mereka pun berasal dari suku – suku yang berbeda. Sebagai informasi. NTT adalah propinsi dengan sebaran etnis terbanyak di Indonesia. Tiap – tiap suku
ini pun mempunyai karakter dan bentuk fisik yang berbeda. Sangat beragam.
Hampir setiap hari saya
menghabiskan waktu dengan mereka. Awalnya sulit untuk berdiskusi banyak hal
dengan mereka karena cara pandang yang sangat berbeda. Ada kebiasaan yang tidak
bisa saya mengerti dan tidak sesuai dengan nalar saya. Tetapi itulah yang
terjadi. Hubungan yang awalnya kaku dengan keadaan di mana mereka masih
menganggap kami orang luar yang harus menyesuaikan segala sesuatunya dengan
kebiasaan mereka. Setelah melewati banyak konflik yang menguras tenaga dan air
mata, saya akhirnya bisa memahami mereka dan sebalinya. Mereka menjadi pelipur
lara saya di tengah kesepian dan dalam terpaan rindu yang menggebu – gebu.
Mereka dapat diandalkan dalam banyak kondisi. Saya hampir tak pernah merasa
sendiri. Mereka tak pandai dalam berkata
– kata, tetapi semua apa yang mereka lakukan mengungkapkan semuanya. Mereka
menjadi sahabat di kala senang dan menjadi saudara dalam kesukaran. Saya tidak
akan melupakan mimik muka mereka yang polos dan candaan mereka yang bisa
membuat saya tertawa terpingkal – pingkal. Tidak hanya itu, mereka membawa saya menikmati keindahan alam di daerah yang dipenuhi karang itu. Matahari terbit yang megah, langit biru yang sangat bersih, pantai yang begitu indahnya, angin sepoi - sepoi yang membelai lembut, matahari terbenam yang membuat saya terdiam karena tidak bisa dijelaskan keindahannya. Hal - hal tersebut tidak akan pernah saya temui di tempat lain. Waktu satu setengah tahun di Kupang
menjadi sangat singkat jika mengingat semua yang sudah saya alami di sana.
Di sinilah saya yang telah
kembali ke hiruk pikuk kota besar. Tempat di mana mencari persahabatan sejati
seperti mencari jarum dalam jerami. Hidup tak pernah habis dengan segala
kejutannya. Siapa yang tahu saya bisa mengalami kehidupan yang begitu luar
biasa di tempat antah berantah yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya.
Hidup memang tidak pernah berhenti memberi kejutan. Semoga Tuhan membalas
segala kebaikan mereka karena saya berhutang banyak atas setiap tawa bahagia
dan pelajaran yang telah mereka berikan.
nice story.....salam kenal...saya orang kupang
BalasHapusterima kasih. salam kenal juga. saya sering sekali rindu kupang
Hapus