Kamis, 23 Januari 2014

Curhatan Seorang Fans MU : Pindah Dukung Klub Lain? Capek dan Boros

Share it Please
"Is there any club in the world can give you more heart-stopping moments than Manchester United?" - Sir Alex Ferguson, My Autobiography

MU kalah lagi, itu semuanya salah Moyes”,”Gimana mau menang kalau mental pemainnya begitu”, “MU mainnya kayak tim medioker”, “Coba Fergie yang ngelatih, gak bakal gini jadinya” dan masih banyak hal yang beberapa bulan ini sangat sering saya dengar dan baca mengenai tim paling populer seantero dunia, Manchester United. Saat saya menulis ini, MU sedang bercokol di posisi 7 klasemen sementara dan baru saja tersingkir di semifinal Capital One Cup karena kalah adu penalti dengan Sunderland. Sebelumnya, MU sudah tersingkir dari FA Cup setelah dikalahkan Swansea. Sekitar dua bulan yang lalu bahkan sebelum paruh musim berakhir, saya sudah menulis di twitter saya, “It’s time to say goodbye to EPL trophy this season”. Saya tidak menganggap itu sebuah pesimisme tapi sebuah pemikiran realistis setelah melihat keperkasaan tim lain dan kondisi tim MU itu sendiri. Sebelum musim ini bergulir saya juga sudah sesumbar sih, Gak asik ah kalau tahun ini juara lagi, masa sih juara terus”. Saat itu saya berpikir bahwa MU akan tetap berada di posisi 4 besar, zona aman Liga Champion. Nyatanya, untuk menuju 4 besar pun harus tertatih – tatih dan terancam tidak akan ikut dalam Liga Champion musim depan jika tidak memenangkan sisa pertandingan. Piala “ecek – ecek” seperti COC (dulunya Carling Cup) hanya mampu dicapai sampai semifinal. Apa yang salah?

Saya bukan seorang analis sepakbola yang paham hal yang terjadi pada sebuah klub. Saya hanya seorang fans Manchester United yang menyimpan banyak pertanyaan dan spekulasi pada tim yang saya dukung sejak lebih dari satu dekade lalu. Awalnya saya tidak masalah dengan pergantian pelatih dari Sir Alex Ferguson ke David Moyes. Walaupun saya berani bertaruh, hampir semua fans MU ingin Sir Alex melatih MU sampai waktu yang tidak ditentukan. Tetapi, umur dan keadaan berbicara. Seperti lagu Peterpan “Tidak ada yang abadi”, begitu juga masa kepelatihan Sir Alex. Sebuah negara yang maju sekarang pun harus melalui tahap revolusi. Toh, David Moyes dipilih sendiri oleh Sir Alex. Dengan kata lain, “The Mighty” Sir Alex mempunyai pertimbangan dan keyakinan sendiri akan kemampuan David Moyes. Seiring berjalannya waktu, banyak hal yang tidak biasa. Banyak hal baru. Staf baru, skema permainan baru dan gaya pemain yang baru. Saya sering bertanya kenapa Kagawa jarang dimainkan atau kenapa Ashley Young lebih banyak dimainkan daripada Nani. Saya juga bertanya kenapa Giggs dan Ferdinand tidak pensiun saja agar tim lebih fokus untuk mencari pengganti mereka. Tapi pertanyaan ini akan dijawab beberapa orang dengan alasan “Kagawa tidak cocok dimainkan untuk skema permainan yang sekarang”, “Nani itu mainnya angin – anginan, sering terlalu lama megang bola”, “Giggs dan Ferdinand masih dibutuhkan di tim karena pengalaman mereka” dan seterusnya. Saya boleh bertanya, tapi saya tidak akan pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan. Jadi pada akhirnya, saya hanya menahan dongkol dan menggerutu selama pertandingan.

Lalu selanjutnya apa? Menjadi fans sebuah tim besar yang tiba – tiba menjadi tim “medioker” (mediocre : moderate of low quality, ability or performance) saat ini tidak mudah. Apalagi yang didukung adalah Manchester United yang fansnya jutaan dan banyak “bacot” di masa kejayaan. Tidak sedikit penggemar sepakbola yang tidak suka bahkan benci pada klub kesayangan saya ini. Hampir setiap kekalahan MU, saya akan mendapat ejekan dari teman pendukung tim lain. Ejekan yang sampai detik ini masih bisa saya hadapi karena sudah terlalu sering dan akhirnya jadi biasa. Saya juga lebih tahan banting karena saya sering membuat kekalahan MU sebagai bahan lelucon. Tujuannya agar kekalahan tidak terasa terlalu menyakitkan. Pada akhir tahun 90-an sampai awal tahun 2000-an, mungkin ejekan – ejekan ini tidak seberapa karena hanya akan ditemui di sekolah lalu di kampus. Ejekan hanya datang dan berlalu begitu saja. Sejak semakin banyaknya media sosial, ejekan lewat tulisan ini bertubi – tubi. Ada yang tidak tahan kemudian marah dan saling memaki. Dunia ini memang aneh.

Saya berani bertaruh lagi, saat ini atau nanti pada akhir musim, fans MU akan semakin berkurang. Fans MU yang loyal sejak dahulu kala akan senang dengan kondisi ini karena tidak perlu pusing melihat fans MU yang kebanyakan. Jadi, saya gimana? Mau pindah klub untuk didukung? Hahahaha.. Tidak ada pilihan lain? Misalnya jadi tiba – tiba lupa semua hal yang berhubungan dengan Manchester United atau tiba – tiba Manchester United lenyap begitu saja dari muka bumi dan tidak ada satu orangpun yang tahu bahwa MU pernah ada? Kalau sekarang saya pindah jadi fans Manchester City, Arsenal atau Chelsea karena mereka sedang bagus, kemudian musim berikutnya menjadi medioker seperti MU, masa sih harus pindah klub lagi? Harus cari tahu tentang sejarahnya dan belum lagi uang yang harus dikeluarkan untuk membeli pernak pernik klub yang tiap tahun ganti. Capek dan boros. Seperti kata pepatah “Selingkuh itu mudah. Cobalah yang lebih menantang yaitu menjadi setia”. Tsah! Macam betul. Membicarakan klub bola bisa sampai “segininya”. Klub bola nun jauh di sana, yang tidak pernah saya lihat secara langsung. Benar kata Sir Alex, “Football, bloody hell!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Blogroll

About