Rabu, 15 Mei 2013

Hello Lao PDR! Hello Mekong River!

Share it Please
Catatan yang tertinggal
Vientiane, 30 Desember 2011 


"Gue ke luar negeri coy..."

Hari yang saya tunggu-tunggu akhirnya datang. Yup, sebentar lagi saya akan menginjak negara lain untuk pertama kalinya. Yang saya rasakan lebih dari rasa antusias. Dipercaya sebagai tim advance bersama 5 rekan Palawa Unpad lainnya yaitu, Anto, Alfia, Fikri, Fariz, Dayat, kami akan menuju Laos untuk mempersiapkan hal-hal demi kelancaran ekspedisi yang akan kami lakukan di sana. Berangkat sekitar pukul 05.30 dari Bandara Soekarno Hatta dan transit sekitar 3 jam di TCC Terminal, Kuala Lumpur, tibalah kami di Vientiane, ibukota Laos sekitar pukul 5 sore. Bandara yang terbilang sangat sepi. Bisa dibilang bandara di Vientiane ini lebih sepi daripada Bandara Husein Sastranegara di Bandung. Yang tampak turun dari pesawat dan mengantri di depan loket petugas administrasi sebagian besar adalah wisatawan asing. Membeli nomor baru dengan provider lokal adalah hal pertama yang kami lakukan begitu keluar dari terminal kedatangan karena provider Indonesia tidak akan berguna sama sekali di sini. Menggunakan taksi yang bentuknya lebih seperti mobil pribadi, kami menuju ke North Terminal untuk mengantar Dayat dan Fikri yang akan menuju ke Van Vieng dan Udom Xai untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Saya menebak, adanya North Terminal dan South Terminal dikarenakan bentuk wilayah Laos yang memanjang dari utara ke selatan sehingga tidak akan sulit bagi mereka yang akan bepergian untuk memilih jalur yang dikehendaki. Tebakan saya tampaknya hampir benar setelah mendengar penjelasan dari sopir taksi yang cukup fasih berbahasa Inggris.

Bandara Internasional Wattay, Vientiane

Kami diantar menuju Central City, pusat kota Vientiane, tempat yang paling ramai di Laos untuk mencari penginapan. Suasana malam di Central City bagus dengan adanya pasar malam di tepian Sungai Mekong, sungai yang melewati hampir seluruh wilayah barat Laos dan merupakan perbatasan antara Laos dan Thailand. Central City dipenuhi oleh wisatawan-wisatawan asing yang berlalu lalang. Jika Indonesia mungkin seperti Legian di Bali atau Malioboro. Laos merupakan salah satu destinasi wisata di Asia Tenggara yang diminati oleh wisatawan asing karena pemandangan alamnya yang istimewa. Di Laos ada banyak gua dan tebing bagi mereka yang suka kegiatan alam bebas. Ada juga kuil-kuil bagi mereka yang suka berwisata budaya dan spiritual. Laos merupakan negara Komunis. Tidak perlu menanyai om Google atau membaca buku, hal itu sudah bisa dilihat di hampir semua bangunan yang memasang bendera negara berdampingan dengan bendera bergambar palu dan arit. Sulit untuk mencari makanan halal bagi teman yang beragama Muslim karena sebagian besar restoran menjual daging babi sebagai menu utama. Bahasa juga merupakan kendala besar karena warga asli Laos yang bisa berbahasa Inggris sangat sedikit sehingga kami lebih banyak menggunakan bahasa isyarat.

North Terminal

Sebuah patung di tengah-tengah Kota Vientiane
Menyusuri kota dengan menggunakan sepeda sewaan membantu saya dan rekan lainnya menikmati malam yang panjang di Vientiane. Di sepanjang jalan banyak kumpulan pemuda mengitari meja, minum bir Lao sambil asyik mengobrol. Pada pukul 10 malam, jalanan sudah mulai sepi tetapi masih ada beberapa bar yang buka dan hanya dipenuhi oleh bule-bule.


Central City di malam hari
Kami kembali ke kamar hotel seharga 150 ribu kip/per malam (1 USD = 8000 kip). Kami tertidur lelap setelah seharian melakukan perjalanan panjang. Ah, kemarin saya masih tidur di kamar kosan saya di Jatinangor dan sekarang saya tidur di atas kasur hotel di negara tetangga di Utara. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Blogroll

About