Vientiane, 30 Desember 2011
"Gue ke luar negeri coy..."
Hari yang saya tunggu-tunggu
akhirnya datang. Yup, sebentar lagi saya akan menginjak negara lain untuk
pertama kalinya. Yang saya rasakan lebih dari rasa antusias. Dipercaya sebagai
tim advance bersama 5 rekan Palawa Unpad lainnya yaitu, Anto, Alfia, Fikri, Fariz, Dayat,
kami akan menuju Laos untuk mempersiapkan hal-hal demi kelancaran ekspedisi
yang akan kami lakukan di sana. Berangkat sekitar pukul 05.30 dari Bandara
Soekarno Hatta dan transit sekitar 3 jam di TCC Terminal, Kuala Lumpur, tibalah
kami di Vientiane, ibukota Laos sekitar pukul 5 sore. Bandara yang terbilang sangat sepi. Bisa dibilang bandara di
Vientiane ini lebih sepi daripada Bandara Husein Sastranegara di Bandung. Yang
tampak turun dari pesawat dan mengantri di depan loket petugas administrasi
sebagian besar adalah wisatawan asing. Membeli nomor baru dengan provider lokal
adalah hal pertama yang kami lakukan begitu keluar dari terminal kedatangan
karena provider Indonesia tidak akan berguna sama sekali di sini. Menggunakan
taksi yang bentuknya lebih seperti mobil pribadi, kami menuju ke North Terminal
untuk mengantar Dayat dan Fikri yang akan menuju ke Van Vieng dan Udom Xai
untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Saya menebak, adanya North Terminal
dan South Terminal dikarenakan bentuk wilayah Laos yang memanjang dari utara ke
selatan sehingga tidak akan sulit bagi mereka yang akan bepergian untuk memilih
jalur yang dikehendaki. Tebakan saya tampaknya hampir benar setelah mendengar
penjelasan dari sopir taksi yang cukup fasih berbahasa Inggris.
Kami diantar menuju Central City,
pusat kota Vientiane, tempat yang paling ramai di Laos untuk mencari
penginapan. Suasana malam di Central City bagus dengan adanya pasar malam di
tepian Sungai Mekong, sungai yang melewati hampir seluruh wilayah barat Laos
dan merupakan perbatasan antara Laos dan Thailand. Central City dipenuhi oleh
wisatawan-wisatawan asing yang berlalu lalang. Jika Indonesia mungkin seperti
Legian di Bali atau Malioboro. Laos merupakan salah satu destinasi wisata di
Asia Tenggara yang diminati oleh wisatawan asing karena pemandangan alamnya
yang istimewa. Di Laos ada banyak gua dan tebing bagi mereka yang suka kegiatan
alam bebas. Ada juga kuil-kuil bagi mereka yang suka berwisata budaya dan
spiritual. Laos merupakan negara Komunis. Tidak perlu menanyai om Google atau
membaca buku, hal itu sudah bisa dilihat di hampir semua bangunan yang memasang
bendera negara berdampingan dengan bendera bergambar palu dan arit. Sulit untuk
mencari makanan halal bagi teman yang beragama Muslim karena sebagian besar
restoran menjual daging babi sebagai menu utama. Bahasa juga merupakan kendala
besar karena warga asli Laos yang bisa berbahasa Inggris sangat sedikit
sehingga kami lebih banyak menggunakan bahasa isyarat.
North Terminal |
Sebuah patung di tengah-tengah Kota Vientiane |
Menyusuri kota dengan menggunakan
sepeda sewaan membantu saya dan rekan lainnya menikmati malam yang panjang di
Vientiane. Di sepanjang jalan banyak kumpulan pemuda mengitari meja, minum bir
Lao sambil asyik mengobrol. Pada pukul 10 malam, jalanan sudah mulai sepi
tetapi masih ada beberapa bar yang buka dan hanya dipenuhi oleh bule-bule.
Central City di malam hari |
Kami kembali ke kamar hotel
seharga 150 ribu kip/per malam (1 USD = 8000 kip). Kami tertidur lelap setelah
seharian melakukan perjalanan panjang. Ah, kemarin saya masih tidur di kamar
kosan saya di Jatinangor dan sekarang saya tidur di atas kasur hotel di negara
tetangga di Utara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar