Rabu, 06 Maret 2013

Kalah Selalu Menyesakkan

Share it Please
Manchester United vs Real Madrid, pertandingan yang sudah ditunggu-tunggu oleh jutaan manusia pecinta sepakbola di seluruh penjuru dunia termasuk saya. Bagaimana tidak, keduanya merupakan tim besar yang sedang bermain bagus dan ada Cristiano Ronaldo yang merupakan mantan pemain Manchester United yang banyak meninggalkan kenangan manis sekarang bermain untuk Real Madrid. "Ronaldo will back home", kalimat yang sangat sering diucapkan ketika membicarakan pertandingan ini. Ya benar, 16 besar Liga Champions yang tiap pertandingan akan dilakukan 2 kali, home dan away, akan membawa Ronaldo pulang ke "rumah' yaitu Old Trafford. Banyak fans United yang masih sulit melupakan sosok Ronaldo bahkan mendambakan Ronaldo kembali ke OT suatu saat nanti. Saya sendiri masih sulit melupakan Ronaldo dan menjadi salah satu alasan saya selalu mendukung Real Madrid saat berhadapan dengan musuh bebuyutannya, Barcelona dalam El Clasico. Namun mengharapkan Ronaldo kembali ke OT bukan menjadi pikiran saya. Setelah kepergian David Beckham ke Real Madrid pada tahun 2003, sayatotally melihat United sebagai sebuah tim. Maksud saya dalam hal ini, jika salah satu pemain tidak bermain, tidak akan mempengaruhi permainan tim secara signifikan karena saya terus terang tidak suka tim yang mengandalkan "one man show". Mungkin seperti Van Persie dulu pada Arsenal, Gareth Bale pada Tottenham Hostpur atau Lionel Messi pada Barcelona. Saya melihat Manchester United pada masa Ronaldo, tidak menjadi sebuah tim yang utuh karena terlalu banyak bergantung kepada permainan dan skillnya. Ini pendapat sok tau saya, silahkan jika berbeda.


 Pertengahan Februari lalu, ketika saya pulang dari kantor saya langsung tidur, sesuatu yang di luar kebiasaan saya. Hal itu bertujuan tidak lain adalah untuk menyimpan tenaga untuk ikut nonton bareng yang didengungkan dua minggu sebelumnya. Tengah malam dengan dijemput teman, saya menuju tempat nonbar di sebuah GOR di daerah Bandung. Sekitar 2 jam sebelum kick off tetapi fans United dan Real Madrid yang datang sudah memenuhi venue nonbar. Itu merupakan salah satu nonbar termegah yang pernah saya datangi. Belum ada perasaan deg-degan karena kala itu United bermain di Santiago Bernabeu, kandang Madrid. Apapun hasilnya asal selisih gol tidak banyak, tidak akan merugikan United yang akan bermain home di leg kedua. Hasilnya sesuai dengan harapan. Gol semata wayang Welbeck dan Ronaldo membuat skor akhir 1-1. Saya dan semua fans United optimis United bisa mencetak gol lebih banyak di Old Trafford dan lolos ke babak selanjutnya.

Tibalah hari yang ditunggu-tunggu dan kebetulan saya sedang ada tugas di Kota Kupang. Sayang beribu sayang, hotel tempat saya menginap siaran televisinya masih menggunakan parabola. Dengan kata lain pertandingan yang disiarkan oleh salah satu stasiun tv swasta ini akan diacak. Sayang lagi, di Kupang tidak ada tempat untuk nonton bareng, menurut petugas hotel. Jadi saya memilih tidur dan berencana untuk bangun ketika kick off. Mungkin karena cuaca yang sangat enak, saya tertidur pulas dan bangun dengan kaget ketika melihat jam. Saya kemudian mengecek timeline twitter yang sudah ramai dengan sumpah serapah untuk wasit yang memimpin pertandingan. Dari kicauan para fans United, yang banyak saya follow, Nani diberi kartu merah untuk alasan yang tidak masuk akal. Keluarnya Nani membuat permainan berubah dan membuahkan skor akhir 2-1. Saya tidak menonton langsung tetapi "menonton" lewat timeline sudah lebih dari cukup. Saya kecewa dan hampir menangis. Mungkin terlalu lebay untuk sebagian orang tetapi begitulah kenyataannya. Entah kenapa, saya merasa United sudah menjadi salah satu bagian hidup saya walaupun banyak yang mengolok kesukaan saya kepada tim yang terletak jauh di daratan Britania Raya itu karena dianggap berlebihan. Saya kemudian ingat dua pertandingan final melawan tim asal Spanyol, Barcelona pada tahun 2009 dan 2011 yang keduanya berakhir dengan kekalahan. Saya meneteskan air mata dan menelan pil pahit tim kesayangan saya kalah serta gagal meraih gelar juara Eropa karena tim yang sama.


Saya sudah menyaksikan banyak kemenangan dan kekalahan Manchester United. Berhadapan dengan tim manapun dan dalam ajang apapun, kekalahan itu selalu membawa kekecewaan. Benar bahwa inilah sepakbola. Sebuah tim superior pun tidak akan selalu menang. Dan mungkin ini jugalah yang membuat saya menyukai United. Sebuah tim yang dianggap jago tetapi selalu berhasil membuat saya deg-degan dan olahraga jantung selama pertandingannya. Dalam setiap pertandingan selalu ada kans untuk menang dan kalah yang sama besar. Tetapi bagaimanapun, saya tidak bisa memungkiri, kekalahan selalu menyesakkan dengan level yang berbeda-beda, tergantung kelanjutan dari ajang tersebut.

Di saat seperti ini "We'll never die. We'll keep the red flag flying high. Win, draw or lose, we are still United" merupakan kata-kata yang bisa sedikit mengurangi kesesakan dan menyuntikkan sedikit semangat di tengah kekecewaan.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

About

Blogroll

About