Flobamora, begitu kota ini sering
disebut. Kupang merupakan ibu kota Propinsi Nusa Tenggara Timur, propinsi yang
“didaulat” sebagai propinsi termiskin di Indonesia saat ini. Masyarakat Kupang
mayoritas beragama Kristen dan Katolik. Itulah salah satu pertimbangan mengapa
saya ditempatkan di sini oleh Lembaga Swadaya Masyarakat tempat saya bekerja
sekarang. Tidak ada keraguan pada saat saya menerima tawaran ini karena di
samping suka mendatangi tempat – tempat baru, saya rasa saya akan cocok dengan kultur masyarakat di
sini yang tidak beda jauh dengan kampung saya, Toraja.
Kota Kupang tidak seramai ibukota
di Jawa bahkan Sulawesi. Jika dibandingkan, mungkin sama ramainya dengan Kota
Garut di Jawa Barat. Di lihat dari udara, pemandangan hanya akan didominasi
oleh ilalang dan pohon – pohon yang
tidak seberapa tinggi. Bangunan di kota ini berdiri di atas karang –
karang yang keras sehingga jarang ada bangunan tinggi. Di samping itu, harus
diakui bahwa Kupang dan daerah di sekitarnya memiliki garis pantai yang panjang
dan indah. Selain indah, pantai – pantai ini masih jarang terjamah sehingga
keindahannya masih asli. Kita tidak akan bosan dengan pemandangan pantai,
sunset dan aktifitas nelayan. Dialek yang lucu juga membuat saya sangat
tertarik untuk mempelajari bahasa di sini. Mereka berbicara seperti rapper karena cepat dan susah untuk
ditangkap jika belum terbiasa. Di Kupang atau di NTT secara umum, ada banyak
sekali suku daerah. Suku Timor, Suku Flores, Suku Rote, Suku Manggarai, Suku
Sumba Barat, Suku Sumba Timur dan masih banyak lagi. Tiap suku walaupun di
propinsi yang sama, mempunyai karakter dan kebiasaan yang berbeda. Suatu
kesenangan tersendiri mendengar teman – teman baru di sini jika menceritakan
tentang karakter masing – masing suku karena selalu dibumbui dengan humor yang
bisa membuat kami tertawa terpingkal – pingkal.
Walaupun fasilitas hiburan di
kota ini terbilang sedikit, banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengisi waktu.
Salah satunya dengan nongkrong di Taman Nostalgia. Taman ini berada di jalan
menuju Bandara El Tari, diresmikan pada tahun 2011 bersamaan dengan Gong Perdamaian
Nusantara yang berada di tengah – tengahnya. Taman ini disediakan bagi warga
Kupang untuk melakukan aktifitas bersantai seperti lari sore, main basket,
menikmati live music yang diadakan hampir setiap Hari Sabtu malam atau sekedar
duduk sambil menikmati kopi dan jajanan salome. Saya tertawa ketika pertama
kali mendengar kata “salome” merupakan nama sebuah peganan favorit di Kupang.
Artiny agak jorok bagi mereka yang pernah mendengar sebelumnya. Salome
berbentuk bulat, kecil, terbuat dari terigu dan daging. Bentuk dan rasanya mirip
bakso. Yang membedakan hanya “bakso” kecil ini digoreng lagi setelah dilumuri
telur dan ketika akan disantap dilumuri lagi dengan bumbu kacang. Bisa
menambahkan kecap atau sambal sesuai dengan selera. Jajanan ini bisa dibilang
yang paling top di Kupang di samping gorengan. Masyarakat Kupang tidak terlalu
kreatif dalam hal makanan.
Masih berbicara tentang makanan,
bagi mereka yang Non Muslim jika ke Kupang harus merasakan se’i babi. Saya menganggap
bahwa olahan daging babi di Toraja adalah yang terbaik. Tetapi itu sebelum saya
memakan se’i babi. Rasanya nikmat tiada dua. Se’i adalah daging asap yang
sampai saat ini rahasianya belum saya ketahui. Yang saya tahu, bumbunya meresap
dan sangat pas. Jika bukan karena ancaman kolesterol, saya tidak akan bosan
untuk memakannya setiap hari. Se’i ada yang dijual per porsi dan kiloan. Paket
kiloan ini biasanya digunakan sebagai oleh – oleh.
Banyak yang menganggap Kupang adalah
daerah tertinggal dengan sumber daya manusia yang juga terbelakang secara
pengetahuan. Tetapi kenyataannya tidak seperti itu. Sebagian besar masyarakat
Kota Kupang sudah mengenal teknologi. Itu bisa dilihat dari gadget yang mereka
gunakan dan pergaulan remajanya. Menurut beberapa teman yang asli Kupang,
pergaulan sebagian besar remaja di sini agak bebas. Itu dapat dilihat dengan banyaknya gadis
yang hamil di luar nikah dan cara berpakaian. Salah satu hal yang menarik
adalah para remaja di Kupang mengadopsi “American Style” dalam hal pesta
seperti pesta ulang tahun. Bagi mereka yang mampu dan ingin eksis, cukup
mengadakan pesta sepanjang malam tanpa membatasi undangan. Silahkan datang bagi
yang ingin datang. Tamu akan disuguhi dengan makanan dan minuman serta musik seperti di klub malam. Ramai atau
tidaknya pesta akan berpengaruh pada pengakuan dalam lingkungan sosial. Jika
pesta itu ramai, maka besok sang pembuat pesta akan terkenal dan menjadi
perbincangan.
Bagaimanapun keadaannya, datang
dan tinggal di tempat ini merupakan suatu pengalaman luar biasa yang pernah
terjadi dalam hidup saya. Kadang saya harus melawan jenuh dan rindu akan
kebisingan Kota Bandung serta suasana nyaman bersama keluarga di Toraja. Tetapi
inilah resiko sebuah pekerjaan, sebuah zona tidak nyaman yang telah saya pilih.
Tidak ada cara lain selain menikmati dan mengeksplor Tanah Timor yang menyimpan
banyak cerita dan keindahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar