Selasa, 16 April 2013

Reuni di Gunung Bromo

Januari 2012 merupakan masa-masa penting dalam tahap kehidupan saya. Pada bulan dan tahun itu, saya menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi setelah berkutat di kampus selama sekitar 4 tahun lebih.  Keberhasilan saya itu, saya anggap harus diapresiasi dengan sebuah hadiah. Hadiah dari diri saya sendiri. Oleh karena itu, saya merencakan sebuah perjalanan ke Malang, sebuah kota di daerah Jawa Timur. Di sana, ada beberapa teman saya yang juga sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Sudah sangat lama saya ingin ke kota ini tetapi keadaan dan waktu selalu tidak mengijinkan.

Saya berangkat dari Stasiun Bandung menuju Stasiun Gubeng, Surabaya menggunakan kereta bisnis kala itu. Harganya 200 ribu rupiah. Dulu saat kuliah saya beberapa kali melakukan perjalanan ke Surabaya saat saya mempunyai uang lebih atau uang jajan yang dialihkan menjadi uang jalan-jalan. Di Surabaya juga banyak teman dekat yang tinggal untuk kuliah. Perjalanan dari Bandung ke Surabaya menggunakan kereta setidaknya membutuhkan 18 jam. Jika berangkat sore, maka akan tiba besok paginya. Tidak masalah karena saya adalah tipikal orang yang akan menghabiskan waktu itu untuk tidur sambil mendengarkan musik. Saya berencana akan bermalam sehari di Surabaya kemudian ke Malang menggunakan bis.


Taman Pelangi, Surabaya


Sore kala itu hujan deras turun di Kota Pahlawan itu tetapi tidak mengurangi niat saya untuk ke Malang. Berdua dengan Joe, seorang teman dekat kala SMA, kami menuju terminal dan naik sebuah bis eknonomi yang menuju Malang. Hanya perlu membayar 8000 rupiah untuk menikmati bis ber-AC. Perjalanan ke Malang yang seharunya hanya sekitar 2 jam menjadi lebih lama karena macet di Porong – Sidoarjo. Saya sendiri belum pernah melihat semburan lumpur yang merendam daerah tersebut yang sekarang katanya sudah menjadi objek wisata.  

Tiba di terminal Malang, kami dijemput oleh Bowo, teman dekat sekaligus saudara sepupu saya dan dibawa ke rumah kontrakan mereka di daerah Candisari. Rumah yang cukup besar yang dihuni oleh saudara saya yang lain yang juga melanjutkan pendidikan di Malang. Malang merupakan salah satu tujuan utama kawan-kawan SMA saya untuk melanjutkan kuliah. Di sana ada Universitas Brawaijaya dan juga Institut Teknik Negara (ITN). Jadi tidak heran jika ke Malang saya akan mengharapkan sebuah reuni dengan mereka. 

Bakso Malang yang terkenal seantero negeri sudah saya nikmati, selanjutnya saya mendesak teman-teman saya yang lain untuk pergi ke Gunung Bromo. Sia-sia rasanya jika ke Malang dan tidak meneruskan perjalanan ke Gunung Bromo. Dengan bakat merayu dan sedikit “memaksa” saya berhasil mengajak Nina dan Januar, juga teman seperjuangan kala SMA. Ikut juga Tommy, adik kelas kemudian Peni dan Marin, dua orang sepupu yang meneruskan kuliah di Malang. Mendatangi Gunung Bromo sudah sangat lama saya idamkan dan kali ini adalah kesempatan saya sekaligus reuni dengan teman SMA. Kami berangkat tengah itu dengan menggunakan sebuah mobil sewaan menuju Probolinggo. Tiba di desa terakhir, kami memarkir mobil dan menyewa mobil hard top. Hal ini karena aturan baru oleh pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang tidak memperbolehkan kendaraan pribadi di bawa sampai ke atas kaki Gunung Bromo. Semacam kebijakan lokal agar tidak mengurangi pendapatan masyarakat sekitar dan untuk pertimbangan keamanan. 

Pananjakan dan pemandangan Gunung Bromo di belakangnya

Lereng Gunung Bromo

Savana "Bukit Teletubbies"

Pasir Berbisik

Matahari terbit yang kami tunggu di Pananjakan tidak sesuai dengan harapan karena tertutup oleh awan. Pagi itu gerimis dan tidak cerah seperti biasanya. Tetap berdiri di atas tempat tinggi dan melihat semua keindahan Gunung Bromo dan Gunung Semeru di belakangnya cukup membayar kekecewaan  kami karena tidak melihat matahari terbit yang konon paling indah di seantero Jawa. Matahari mulai naik dan kami melanjutkan perjalanan ke kaki Gunung Bromo masih menggunakan mobil hard top yang kami sewa. Kawah yang berbau belerang, padang savana yang luas, hamparan pasir yang juga tak kalah luasnya yang terkenal dengan sebutan "Pasir Berbisik" karena merupakan tempat syuting sebuah film yang berjudul sama beberapa tahun silam yang diperankan oleh aktris terkenal Christine Hakim dan Dian Sastro, tidak ingin kami lewatkan begitu saja sehingga kami rela menambah tarif sewa mobil. Sebuah reuni di Gunung Bromo, gunung yang dianggap suci oleh Suku Tengger, keturunan dari Roro Anteng dan Jaka Seger yang legendaris. Dan seperti setiap perjalanan yang selalu menyisakan kesan, perjalanan kali ini benar-benar lovely. A lovely place with lovely friends.


Continue Reading...

Rabu, 10 April 2013

Mimpi Yang Sempurna

Pagi itu aku bangun dengan perasaan bahagia yang tidak biasa. Rasanya seperti baru mengalami hal yang menyenangkan. Ya, sebuah mimpi indah yang terasa sangat nyata. Seorang lelaki tegap, gagah, berkumis dan bercambang tipis datang di tengah-tengah lelapku. Muka yang sangat familiar. Aku sudah lama sekali tidak bertemu dengan orang tersebut karena dia sudah pergi ke tempat yang sangat jauh dan aku tidak tahu di mana. Sekarang, pantaslah perasaan bahagia itu. Seperti rindu yang sudah lama bertumpuk kemudian terbayarkan. Apa obat rindu yang lebih manjur daripada bertemu? Walaupun itu hanya di dalam mimpi. Kalau bisa berdoa, aku ingin setiap malam bermimpi seperti itu. Banyak hal yang ingin kuceritakan padanya. Aku rindu.
Continue Reading...

About

Blogroll

About